BANDUNG, KOMPAS — Bahaya paham dan kelompok radikal telah menjadi ancaman global, termasuk bagi Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Butuh persatuan semua elemen bangsa untuk terus menjaga keutuhan negeri ini.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan hal itu saat menghadiri acara Silaturahmi Akbar Persatuan Islam (Persis) di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (24/2). Tito meminta Persis terus berperan aktif dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
”Persis adalah elemen penting bangsa ini di bidang pendidikan hingga dakwahnya yang penuh kedamaian. Ke depan, saya berharap Persis bisa terus bergandengan dengan organisasi Islam lain dan beragam elemen masyarakat terus menjaga Indonesia,” tutur Tito.
Ia mengingatkan, ancaman paham dan kelompok radikal bisa datang dari mana saja. Ia mencontohkan ancaman dari kelompok radikal Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
”Kita sudah banyak melihat contoh negara-negara yang hancur akibat kelompok radikal. Jangan sampai Indonesia mengalami nasib seperti itu,” ucap Tito.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam KH Aceng Zakaria menyatakan prihatin atas beragam tindak kekerasan terhadap sejumlah pemuka agama.
Salah satunya menimpa Ustaz Prawoto, Komando Brigade Persis Bandung, yang dianiaya oleh AM (45) hingga meninggal pada 1 Februari lalu.
”Mengapa sampai terjadi kekerasan terhadap Ustaz Prawoto? Padahal, sikap dan garis perjuangan Persis jelas, yakni memperjuangkan Islam rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam),” ucap Aceng.
Ia juga menegaskan, Persis menentang segala pemahaman dan pengamalan Islam yang bersikap ekstrem dan melahirkan ideologis teror seperti yang dilakukan NIIS.
”Persis bukan teroris. Persis selalu berdakwah tentang Islam untuk menciptakan kedamaian dan ketertiban di muka bumi,” lanjut Aceng.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) M Iqbal mengatakan, motif kekerasan terhadap pemuka agama dan perusakan rumah ibadah terus didalami.
”Masyarakat diimbau tetap tenang. Negara menjamin keamanan semua tokoh agama. Kasus ini akan diusut tuntas, dan kini sedang didalami apakah beberapa kasus yang terjadi itu spontan, ada rekayasa oleh kabar bohong, atau ada motif lainnya,” tutur Iqbal.
Hingga saat ini, lanjutnya, terdapat 18 kasus kekerasan terhadap pemuka agama. Sebanyak enam pelaku sudah ditahan.
Selain kasus yang menimpa Ustaz Prawoto, juga terdapat dua kasus serupa, yakni yang dialami Pemimpin Pesantren Al Hidayah KH Umar Basyri yang menjadi korban penganiayaan oleh A (56) pada 21 Januari.
Kasus lainnya adalah penyerangan terhadap KH Abdul Hakam Mubarok, pengasuh Pesantren Karangasem, Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, yang dianiaya oleh NT (23), asal Cirebon, Jawa Barat, 18 Februari.
”Namun, perlu diketahui, dari 18 kasus yang ditangani itu, beberapa memang terjadi secara spontan seperti di Jabar karena pelakunya mengalami gangguan jiwa. Sejumlah kasus lainnya sengaja dibesar-besarkan dengan kabar bohong,” ujarnya.