MUARA TAMI, KOMPAS — Areal sawah di Distrik Muara Tami yang menjadi sentra padi di Kota Jayapura, Papua, terancam limbah rumah tangga. Problem ini terjadi karena banyaknya bangunan yang berdiri di pinggir dan di atas saluran irigasi yang mengairi sekitar 550 hektar areal pertanian di distrik itu.
Berdasarkan pantauan di Koya Barat, salah satu kelurahan di Muara Tami, Sabtu (24/2), ada banyak bangunan di dekat saluran irigasi. Bangunan itu di antaranya rumah warga, bengkel motor, tempat usaha produksi pupuk, dan arena pemancingan ikan.
Panjang saluran irigasi dari Bendungan Muara Tami ke persawahan di Koya Barat dan Koya Timur mencapai 43 kilometer. Tampak sekitar 100 bangunan berada di saluran irigasi di Koya Barat. Warga juga terbiasa membuang sampah plastik dan bangkai hewan ke saluran tersebut. Bahkan, di beberapa sisi, air di dalam saluran irigasi berwarna kehitaman.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Langgeng Jaya Koya Barat Suparto, Minggu (25/2), mengatakan, sampah plastik di saluran irigasi biasanya dibersihkan oleh pengurus kelompok tani. ”Diduga yang membuang sampah itu warga yang tinggal di pinggir saluran. Biasanya, kami mengangkat hingga 100 kilogram sampah limbah rumah tangga tiap pekan. Kami khawatir produktivitas padi di Koya Barat terganggu jika air irigasi tercemar,” katanya.
Suparto yang juga Koordinator Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Koya Barat berharap pemerintah setempat menertibkan bangunan di bibir dan di atas saluran.
”Banyaknya bangunan di pinggir dan di atas saluran irigasi bisa menghambat proses pembersihan dan pengerukan saluran dari sedimen lumpur. Tinggi sedimen lumpur yang mengendap di saluran irigasi kini mencapai 20 sentimeter dan diperkirakan terus bertambah,” ujarnya.
Sersan Mayor Herman Fatah, tenaga pendamping 23 kelompok tani di Koya Barat, mengatakan, sampah di saluran irigasi menyebabkan aliran air dari bendungan ke persawahan pada musim tanam berjalan lebih lambat.
”Air dari bendungan bisa sampai di areal persawahan tak lebih dari 24 jam jika tak ada sampah di saluran. Kalau sampah menumpuk, bisa 2-3 hari airnya baru sampai” kata Herman yang juga Bintara Pembina Desa di Koramil 1701-22/Muara Tami.
Tak peduli
Staf Pemeliharaan Jaringan Irigasi Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua, Zaenuri, mengatakan, bangunan-bangunan di pinggiran saluran irigasi di Muara Tami berdiri sejak 2006. ”Sudah berulang kali saya mengimbau warga agar tidak mendirikan bangunan di pinggiran saluran irigasi. Namun, imbauan itu tidak direspons positif,” ucapnya.
Ia menambahkan, Wakil Wali Kota Jayapura Rustam Saru telah menaruh perhatian terhadap masalah ini. ”Warga di sekitar saluran irigasi akan direlokasi,” kata Zaenuri.
Ramadhani, pemilik bengkel di atas saluran irigasi, mengatakan, sebagai warga negara yang baik, ia siap mengikuti peraturan Pemerintah Kota Jayapura untuk menertibkan bangunan di saluran irigasi. ”Pemda bisa merelokasi asalkan telah menyediakan suatu lahan atau biaya ganti rugi agar kami bisa mendirikan bangunan yang baru,” kata Ramadhani. (FLO)