Pejabat BPN Diduga Meminta Dana Pengurusan Hak Guna Bangunan
Oleh
Zulkarnaini
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Seorang pegawai di kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, berinisial SU (56) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungutan liar. Di tangan tersangka, petugas menyita uang tunai Rp 20 juta dan sejumlah dokumen pengurusan sertifikat.
Kepala Kepolisian Resor Lhokseumawe Ajun Komisaris Besar Hendri Budiman, Minggu (25/2), mengatakan, SU ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu atau sehari setelah ditangkap.
SU yang merupakan Kepala Seksi Penyuluhan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lhokseumawe itu ditahan pada Jumat (23/2). Tersangka terjaring dalam operasi tangkap tangan setelah menerima uang Rp 20 juta dari warga yang mengurus administrasi hak guna bangunan dan hak guna usaha untuk sebuah hotel.
Uang senilai Rp 20 juta diduga diminta oleh SU untuk kepentingan pengurusan administrasi tiga sertifikat. Saat menerima uang itu, SU tidak memberikan tanda terima kepada warga tersebut.
Petugas yang menyamar mengikuti warga tersebut langsung menahan SU. Kepada petugas, SU mengaku baru pertama kali melakukan pungutan liar. Namun, berdasarkan informasi dari warga bersangkutan, sudah beberapa kali SU meminta uang kepada warga yang mengurus administrasi di BPN Lhokseumawe.
Kini, SU ditahan di Polres Lhokseumawe untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Polisi mendalami kemungkinan ada pihak lain yang terlibat.
Sepanjang 2017-2018, Polres Lhokseumawe menangani delapan kasus pungutan liar. Di tingkat Kepolisian Daerah Aceh, jumlah kasus pungutan liar yang ditangani pada 2017 sebanyak 54 kasus dengan jumlah pelaku mencapai 95 orang.
Kepala Ombudsman RI Wilayah Aceh Taqwaddin, yang juga Ketua Pokja Pencegahan Pungli Aceh, menegaskan, praktik pungutan liar masih marak terjadi, terutama saat proses tes pekerjaan. Pihaknya beberapa kali menerima pengaduan adanya dugaan pungli terhadap peserta seleksi pegawai di pemerintah kabupaten/kota.
Taqwaddin mengatakan, praktik pungli di instansi pemerintah menyebabkan buruknya pelayanan publik. Sebab, hanya warga yang mau memberikan imbalan yang mendapatkan pelayanan utama. Padahal, semua warga berhak mendapatkan pelayanan publik yang baik.
Menurut Taqwaddin, pungli juga dapat menurunkan kepercayaan publik kepada pemerintah.
Kasus-kasus pungli yang ditangani kepolisian umumnya dilakukan oleh aparat pemerintah. Beberapa kasus yang terjadi di Aceh adalah pungli terhadap pegawai honorer dan bidan yang masih pegawai tidak tetap.