SAMARINDA, KOMPAS — Pengunduran pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Transportasi Daring dikritik sejumlah daerah. Meski demikian, pengemudi yang belum mengurus perizinan merasa lega karena batas waktu 1 Maret diundur.
Kepala Dinas Perhubungan Kalimantan Timur Salman Lumoindong, Minggu (25/2), mempertanyakan kejelasan sikap Kemenhub terkait aturannya sendiri. ”Batas waktu penerapan Permenhub (Nomor 108 Tahun 2017) secara penuh, yakni 1 Maret, tinggal beberapa hari. Tanggal 1 Maret harusnya sudah ada penindakan hukum. Tanggal itu pun sebenarnya sudah mundur karena awalnya 1 Februari. Kami di daerah yang kalang kabut,” kata Salman.
Edaran Ditjen Perhubungan Darat Nomor 202 tentang implementasi Permenhub Nomor 108 itu ditujukan, antara lain, ke dinas perhubungan. Isinya menginstruksikan agar tidak menindak angkutan sewa khusus (ASK) atau taksi daring sambil menunggu perkembangan.
”Surat edaran itu dikeluarkan seperti terpaksa, atau dipaksakan, untuk meredam orang-orang yang menolak permenhub,” ujar Albert Pagaruli, Ketua Asosiasi Driver Online Kaltim. Dia mengaitkan ini dengan pilpres dan pilkada yang banyak dihelat pada 2018.
Pengemudi lain, seperti Indra, juga bingung menyikapi edaran dari Kemenhub. Namun, di sisi lain, hal itu memberinya cukup waktu untuk melengkapi syarat. ”Saya belum bergabung ke koperasi, apalagi punya SIM A umum. Malah tadinya mau cabut dari pekerjaan ini,” kata Indra.
Permenhub Nomor 108/2017 yang semula diberlakukan 1-14 Februari diperpanjang hingga 28 Februari. Ini untuk memberi waktu bagi pengemudi untuk melengkapi syarat, seperti tergabung dalam koperasi, punya SIM A umum, dan uji kir, agar dianggap legal beroperasi.
Penindakan yang awalnya direncanakan pada 15 Februari diundur jadi 1 Maret. Selama Februari, dinas perhubungan di daerah menggelar operasi simpatik untuk menjaring pengemudi taksi daring. Mereka tidak diberi sanksi, hanya diimbau agar segera melengkapi persyaratan.
Dari Palembang dilaporkan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan juga masih terus menggelar operasi simpatik terhadap angkutan daring tanpa penegakan hukum. Langkah ini dilakukan karena pemerintah daerah masih menunggu kepastian prosedur standar operasi razia angkutan berbasis daring.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Sumsel Nelson Firdaus, Minggu, mengatakan, razia taksi daring belum dilakukan karena belum ada pengarahan teknis dari Kemenhub. ”Selain itu, belum diberikan alat untuk mendeteksi taksi daring,” ujarnya.
Dinas Perhubungan Sumsel berharap Permenhub Nomor 108/2017 dapat segera diimplementasikan. Namun, hingga kemarin belum ada petunjuk penegakan hukum terhadap ASK.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menuturkan, penundaan ini menandakan ketidaksiapan pemerintah pusat. Ia mengatakan, setidaknya beberapa provinsi kecewa dengan penundaan ini, seperti Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. ”Wajar mereka kecewa karena persiapan di daerah sudah dilakukan sejak awal,” katanya.
Di sisi lain, dengan penundaan ini, ujar Djoko, terkesan ada diskriminasi perlakuan antara pengemudi angkutan berbasis daring dan angkutan konvensional. ”Pengemudi angkutan berbasis daring seolah dimanjakan dengan aturan yang meringankan, padahal mereka belum memberi kontribusi besar kepada pemerintah,” kata Djoko. (PRA/RAM)