JAKARTA, KOMPAS — Tim Satuan Tugas Khusus Mabes Polri dan bea dan cukai masih memeriksa indikasi keberadaan narkoba di dalam kapal ikan berbendera Taiwan yang ditangkap di Perairan Selat Philips, dekat Pulau Nipah, Provinsi Kepulauan Riau, Jumat (23/2). Pemeriksaan membutuhkan waktu hingga tiga hari ke depan untuk memastikan.
Hal ini disampaikan Direktur Reserse Narkoba Bareskrim Mabes Polri Brigjen (Pol) Eko Danianto di Jakarta, Senin (26/2). Pernyataannya sekaligus membantah informasi yang beredar bahwa kapal ikan Win Long BH 2998 itu memuat 3 ton sabu. ”Belum ada jumlah itu. Tim masih memeriksa. Kali ini dilakukan di palka bagian depan kapal,” kata Eko.
Sebelumnya, tim khusus bekerja sama dengan bea dan cukai menangkap dua kapal ikan milik China di perairan Kepulauan Riau. Kasus pertama diungkap 1,03 ton sabu pada 7 Februari dan 1,6 ton sabu pada 20 Februari. Kapal yang ditangkap ini pun dinyatakan tidak berhubungan dengan dua kapal yang sebelumnya ditangkap.
Sebelumnya, Juli 2017, sabu seberat 1 ton diungkap tim khusus di Anyer, Banten. Berdasarkan data Direktorat Bea dan Cukai, selama 2017, tim bea dan cukai, Polri, TNI, serta BNN mengungkap 342 kasus penyelundupan sabu setara 2,13 ton. Tahun 2018, barang bukti sabu melebihi tangkapan pada 2017. Dua bulan ini, diungkap 2,9 ton sabu dari 57 kasus sejak 1 Januari(Kompas, 24/2).
Eko menambahkan, tidak semua kapal yang diamankan terbukti membawa narkoba. Akan tetapi, langkah pemeriksaan seperti ini wajar dilakukan sebagai upaya pencegahan masuknya narkoba ke Indonesia. ”Jika memang ditemukan, ditindak dengan proses hukum yang berlaku. Tapi, jika tak ditemukan, tentu harus dilepas. Yang terpenting adalah pencegahan dini agar narkoba tidak masuk ke Indonesia,” ujar Eko.
Sebab, berbagai informasi intelijen yang masuk terkait narkoba perlu ditindaklanjuti mengingat sindikat narkoba kerap melakukan berbagai cara agar tidak terlacak. Bahkan dari hasil analisis, kewaspadaan ditingkatkan terhadap masuknya kapal ikan dari China, Taiwan, dan Vietnam ke perairan RI.
Sementara itu, upaya penegakan hukum terhadap perkara narkoba yang berujung pada hukuman mati terus menuai perdebatan. Jaksa Agung HM Prasetyo enggan berkomentar mengenai proses hukuman mati yang kini tak lagi dilakukan pihaknya. Menurut dia, penegakan hukum itu perlu dilakukan untuk memberikan efek jera, tetapi status hukum jadi hambatan.
Di sisi lain, Direktur Imparsial Al Araf menambahkan, penanggulangan narkoba bukan bertumpu pada penegakan hukum saja, terlebih lagi hukuman mati. Namun, sinergi antar-penegak hukum dan komitmen dalam membongkar sindikat luar negeri ataupun yang berada di dalam negeri lebih diutamakan, khususnya sindikat yang juga dijalankan otoritas hukum.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro di Jakarta, Senin (26/2), menyatakan, upaya penyelundupan sabu terakhir yang berhasil digagalkan kapal patroli DJBC adalah Win Long BH 2998 di perairan Kabupaten Karimun. Kapal yang ditangkap pada 20 Februari itu kedapatan membawa 1,6 ton sabu. ”Saat ini barang bukti berada di Polda Kepri di Batam,” kata Deni.
Adapun penangkapan kapal terakhir yang berusaha menyelundupkan barang di Kepri, menurut Deni, terjadi pada 24 Februari. Namun, pemeriksaan masih dilakukan sehingga barang yang hendak diselundupkan belum diketahui.
Saat ini, menurut Deni, kapal berbendera Taiwan berada di Pangkalan Sarana Operasi DJBC di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau. ”Masih proses pemeriksaan, jadi belum ada hasilnya. Barangnya apa, belum tahu. Pemeriksaan belum selesai,” kata Deni.
Di Lampung, aparat setempat menangkap pasangan suami istri karena menyimpan 37 paket sabu seberat 1 kg. Narkoba diperoleh dari Aceh untuk diedarkan di Lampung. Kedua pelaku, yakni Su(32) dan No (34), warga Kelurahan Sususnan Baru, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung. Kedua nya ditangkap di rumahnya pada Senin (26/2) sekitar pukul 02.00 dini hari. ”Narkoba ini diantar kurir ke rumah tersangka. Sabu lalu diedarkan di wilayah Lampung,” kata Direktur Reserse Narkoba Polda Lampung Komisaris Besar M Abrar Tuntalanai. (VIO/LAS/IAN)