YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendapat izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengembangkan aktivitas penambangan emas di wilayah pertambangan rakyat seluas 100 hektar di kabupaten tersebut. Aktivitas penambangan yang melibatkan masyarakat setempat itu akan dilakukan dengan metode yang ramah lingkungan.
”Total luas wilayah pertambangan rakyat itu 100 hektar dan tersebar di empat lokasi. Jadi tiap lokasi itu luasnya 25 hektar,” kata Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo, Rabu (28/2) di Yogyakarta.
Hasto menyatakan, wilayah pertambangan rakyat yang telah ditetapkan itu berlokasi di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo. Di wilayah itu, sejak beberapa tahun lalu memang terdapat aktivitas penambangan emas secara tradisional oleh warga. Namun, potensi tambang emas di wilayah tersebut belum diketahui secara pasti.
”Kalau bicara potensi, kami belum bisa menyimpulkan secara konkret. Tapi sejak dulu, aktivitas penambangan di sana memang menghasilkan,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, aktivitas penambangan emas di wilayah tersebut akan dikoordinasi oleh badan usaha milik desa (BUMDes) dan hanya melibatkan masyarakat di wilayah Kulon Progo. Oleh karena itu, warga dari luar Kabupaten Kulon Progo dilarang terlibat dalam aktivitas penambangan. Aturan itu dibuat agar keberadaan tambang emas tersebut benar-benar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
”Saya melarang warga luar Kulon Progo ikut menambang. Jadi, ini khusus untuk warga Kulon Progo,” ujar Hasto. Dia menambahkan, berdasarkan pendataan sementara, ada sekitar 100 warga setempat yang sudah terlibat dalam aktivitas penambangan sebelumnya. Mereka inilah yang nantinya dilibatkan dalam aktivitas penambangan emas ke depan.
Hasto memaparkan, aktivitas penambangan emas di Desa Kalirejo akan dilakukan dengan cara-cara yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, aktivitas penambangan tersebut tidak boleh menggunakan merkuri yang bisa menyebabkan pencemaran lingkungan.
Untuk mewujudkan hal itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo akan menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk memperkenalkan metode penambangan yang ramah lingkungan kepada masyarakat.
”BPPT itu, kan, mempunyai teknologi penambangan emas tanpa menggunakan merkuri. Tim BPPT sudah datang ke Kulon Progo untuk mendiskusikan teknis pelaksanaannya,” kata Hasto.
Menurut Hasto, aktivitas penambangan emas itu ditargetkan bisa dimulai tahun ini. Namun, sebelum kegiatan penambangan bisa dilakukan, harus ada izin pertambangan rakyat dari Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinas PUP-ESDM DIY). ”Kami juga harus menyiapkan BUMDes yang akan mengelola penambangan itu,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DIY Halik Sandera mengatakan, aktivitas penambangan emas itu harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Selain risiko pencemaran lingkungan karena penggunaan bahan berbahaya seperti merkuri, aktivitas penambangan tersebut juga harus memperhatikan risiko terjadinya longsor di wilayah sekitarnya.
”Harus diperhitungkan apakah di wilayah itu berpotensi terjadi longsor atau tidak. Selain itu, harus dilihat apakah wilayah pertambangan itu dekat dengan permukiman atau tidak karena aktivitas penambangan itu juga bisa memiliki dampak pada masyarakat sekitarnya,” ujar Halik.