TEMANGGUNG, KOMPAS - Tingginya intensitas hujan serta lembabnya cuaca saat ini, mengganggu pertumbuhan tanaman padi di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Ditambah dengan maraknya serangan hama dan penyakit, hal itu akhirnya berdampak pada penurunan produktivitas padi.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung, Harnani Imtikhandari, mengatakan, jika biasanya produktivitas tanaman padi di Kabupaten Temanggung, berkisar 6,4-6,5 ton gabah kering giling (GKG) per hektar, sekarang pada Januari-Februari ini, hanya menghasilkan rata-rata 6,09 ton GKG per hektar.
“Kondisi cuaca lembab, maraknya serangan hama dan penyakit, membuat kita seringkali tidak bisa berharap banyak pada hasil panen di musim penghujan seperti sekarang,” ujarnya, Rabu (28/2).
Penurunan produktivitas ini, diperkirakan masih akan terjadi pada tanaman padi yang akan dipanen pada bulan Maret mendatang.
Pada Januari 2018, luas panen padi yang mengalami penurunan produktivitas tersebut, terdata mencapai 3.762 hektar, dan pada Februari, mencapai 5.887 hektar. Pada Maret mendatang, luasan panen diperkirakan mencapai ekitar 4.300 hektar.
Luas tanaman padi selama bulan Oktober 2017 hingga Maret 2018, ditargetkan mampu mencapai 25.965 hektar. Hingga saat ini, luas tanaman padi mencapai 21.531 hektar, dan masih akan terus bertambah lagi.
Penurunan produktivitas terjadi karena kondisi cuaca yang lembap, tingginya intensitas hujan, serta minimnya sinar matahari, pada akhirnya mengganggu proses fotosintesis dan pembuahan pada tanaman padi. Hal ini menyebabkan banyak bulir padi kosong, tidak berisi beras.
Selain itu, kondisi cuaca yang kurang kondusif ini juga memicu maraknya perkembangan hama dan penyakit tanaman seperti hama penggerek batang dan tungro. Hama dan penyakit ini membuat pertumbuhan padi kurang optimal, sehingga gabah dan beras yang dihasilkan pun berkurang.
Suroso, salah seorang pengelola penggilingan padi di Desa Kedungumpul, di Kecamatan Kandangan, mengatakan, sekalipun saat ini panen sudah melimpah, kualitas dan volume beras yang dihasilkan, cenderung turun, jauh dari yang diharapkan. Sebanyak 1 ton gabah yang biasanya mampu menghasilkan 52-54 kg beras, kini hanya menghasilkan 50 kg beras saja. Selain itu, kualitas beras pun dinilainya buruk karena mengandung kadar air tinggi.