Berdasarkan citra satelit Landsat pada 2009 hingga 2015, abrasi sudah mencapai 150 meter sepanjang 30 kilometer di jalur pesisir Selat Malaka di Tanjung Jabung Timur. ”Sejumlah kampung di tepi pantai itu kami dapati pindah lebih dalam ke daratan. Sebab, hunian mereka perlahan-lahan menjadi laut,” kata Taufiq, Direktur Perkumpulan Gita Buana, lembaga swadaya konservasi yang memberdayakan masyarakat setempat, Rabu (28/2).
Parahnya abrasi, kata Taufiq, ditunjukkan oleh gelombang air dan angin yang begitu kencang dari Samudra Hindia yang kerap menghabisi tanaman bakau yang baru ditanam. Selain itu, tradisi warga menangkap ikan dengan perangkap jaring dari tanaman bakau, atau disebut blad, juga berdampak habisnya hamparan bakau di pesisir itu.
Ditambahkan Yunus, warga setempat, untuk membuat satu unit jaring perangkap ikan, dibutuhkan 240 batang bakau. ”Bisa dibayangkan jika ratusan blad dipasang sepanjang pesisir itu, berapa puluh ribu bakau habis dibabat,” katanya.
Upaya penanaman bakau, kata Taufiq, pernah beberapa kali dilakukan warga. Tahun 2016-2017, misalnya, penanaman 30.000 batang mangrove jenis bakau (Rhizophora apiculata), api-api (Avicennia marina), dan pidada (Sonneratia sp). Namun, sebagian bakau yang belum besar itu habis diempas ombak.
Kepala Balai Taman Nasional Berbak Sembilang Pratono Puroso mengatakan, jarak kawasan hutan dilindungi itu cukup dekat dengan lokasi perkampungan yang mengalami abrasi. Jika pengendalian abrasi tidak berjalan, abrasi akan meluas ke kawasan taman. ”Abrasinya bisa terus memanjang hingga menghabisi Berbak. Jadi, perlu ada upaya antisipasi terpadu,” katanya.
Ekosistem Berbak-Sembilang meliputi kawasan taman nasional seluas 344.158 hektar serta taman hutan raya dan permukiman warga. Area ini merupakan lokasi konservasi dan pemanfaatan lahan basah pertama di Indonesia.
Sebelumnya, kawasan ini berstatus Suaka Marga Satwa Berbak seluas 190.000 hektar tahun 1935. Kemudian menjadi taman nasional pada 2005 dengan luas 141.261 hektar.
Menurut Taufiq, dari identifikasi di lapangan diketahui sejumlah persoalan. Selain terjangan ombak, juga didapati struktur tanah berpasir yang dengan mudah tergerus air laut. Penanaman bakau memang tak semudah dibayangkan. Untuk menanam bibit jenis api-api, masih diperlukan tanaman pelindung berupa pagar bambu. Itu pun tingkat keberhasilannya 80 persen. Sementara tanaman yang mati sebanyak 20 persen disebabkan hama kepiting dan kurangnya tanaman pelindung. (ITA)