Punakawan Tualen Mengedukasi soal Gunung Api
Adane (namanya) gunung api, ya, setiap saat bisa meletus…
Tapi kalau gunung meletus itu, ya tidak seketika meletus,
Pasti ada tanda-tandanya, agar nyama bisa bersiap,
bersiap-siap sebelum benar-benar meletus,
Maka patut waspada karena percaya Tuhan tidak membenci umatnya…
Tuhan sayang umatnya...
Demikian kata-kata Tualen kepada Merdah melalui suara dalang inovatif I Wayan ”Cenk Blonk” Nardayana di Wantilan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Jumat (23/2) malam. Pementasan ini merupakan bagian dari sosialisasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana melalui seni budaya
lokal mengenai kebencanaan.
Tualen (seperti Semar di wayang Jawa) dan Merdah adalah dua punakawan ala wayang Bali. Pada beberapa sesi, keduanya berdialog mengenai berkah alam yang berasal dari bencana, seperti meletusnya gunung api.
”Tidak mudah menyampaikan pesan-pesan melalui pewayangan. Cerita yang disampaikan setidaknya sejalan dengan pesan-pesannya. Malam ini, penonton merupakan pengungsi terdampak erupsi Gunung Agung,” kata Nardayana.
Tak perlu persiapan panjang bagi Nardayana untuk memilih cerita dan menyisipkan pesan- pesan kesiapsiagaan bencana. Apalagi bencana erupsi Gunung Agung masih menjadi kewaspadaan bersama meski statusnya turun dari Awas ke Siaga sejak 10 Februari hingga Kamis (1/3).
Direktur Pemulihan Sosial Ekonomi BNPB Taufik Kartiko mengapresiasi warga pengungsian yang masih tinggal di Pos Pengungsian UPT Rendang. Ia berharap warga bersabar dengan kondisi di pengungsian. Pihaknya menjanjikan untuk mengawal perbaikan infrastruktur di lingkar Gunung Agung, terutama sarana dan prasarana yang tergerus lahar hujan.
”Tak ada yang berharap terus tinggal di pengungsian. Pengungsi harus menjadi penyintas. Mari tingkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana apa pun, tidak hanya erupsi Gunung Agung,” kata Taufik saat menikmati pentas wayang Cenk Blonk.
Ia memberikan semangat kepada 700 pengungsi yang masih tinggal, juga Palang Merah Indonesia yang menjadi pemrakarsa. Semangat agar warga menjaga kebersamaan keluarga dan menjadi keluarga yang tangguh menghadapi bencana.
Pementasan ini merupakan rangkaian acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Penanggulangan Bencana, mengusung tema ”BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bekerja untuk Rakyat”. Tema ini mencerminkan segitiga biru simbol BNPB bahwa bencana dapat dihadapi bersama jika pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha kuat.
Siapkan kesiagaan
Dalam rakernas diulang- ulang bahwa masyarakat yang mengalami bencana dan tinggal di wilayah berisiko bencana tinggi tak perlu khawatir. BNPB terus memperkuat sistem informasi dengan teknologi terkini agar masyarakat Indonesia paham betul posisi dan kondisi saat ini serta risiko bencana yang bisa terjadi setiap saat.
”Kearifan lokal budaya di mana bencana itu terjadi atau di wilayah rawan bencana perlu dimanfaatkan untuk menyebarluaskan informasi kesiapan menghadapi bencana. Wayang kulit, seperti wayang Cenk Blonk ini, merupakan salah satu pendekatannya,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjaja.
Sasaran edukasi melalui wayang juga untuk menyiapkan kesiapsiagaan keluarga sebagai pondasi ketangguhan negara terhadap bencana. Dalam hal ini siap untuk selamat, terutama warga 28 desa yang rawan bencana erupsi Gunung Agung.
Ratusan warga pengungsi yang memenuhi Wantilan terhibur dengan pementasan tersebut. Ketika pesan-pesan disampaikan, warga spontan merespons dengan tepuk tangan meriah. Beberapa kali warga tertawa ketika Tualen menyinggung bahwa segala musibah pasti membawa berkah.
Malam itu, Nardayana mengambil petikan cerita Ramayana yang sudah mendapatkan sentuhan kreasi. Pemeran utamanya adalah Hanoman. Kegagahan Hanoman mencari saudaranya, Kusa dan Lawa, yang hilang. Hanoman marah dan sempat hendak membakar hutan untuk mencari saudaranya yang hilang. Namun, kemurkaan itu dicegah oleh Tualen.
Ada berkah
Dalam mencegah, Tualen memasukkan pesan-pesan bahwa semestinya kita semua memelihara hutan, terutama di wilayah gunung. Hutan harus dirawat, bukan dibumihanguskan untuk kepentingan pribadi.
Nardayana juga memasukkan sejumlah contoh agar masyarakat Karangasem yang terdampak erupsi Gunung Agung tetap bersyukur. Bagaimanapun pasir dan bebatuan yang selama ini digali, lalu dijual hingga berpuluh-puluh truk adalah anugerah dari letusan besar Gunung Agung pada tahun 1963.
Saat Gunung Agung aktif kembali sejak 21 November 2017, tukad-tukad (sungai) jalur lahar hujan bekas letusan tahun 1963 kembali dipenuhi material vulkanik. Itulah berkah.
”Karena itu, mari tetap bersyukur kepada Ida Hyang Widi Wasa atas anugerah Gunung Agung melimpah melalui pasih (pasir) yang digali dan memberikan penghasilan selama ini. Ya, jani (sekarang) mengungsi dulu. Mangkin (nanti) mereda gunungnya, warga bisa segera pulang kembali ke rumah masing-masing,” tutur dalang melalui tokoh Tualen.
Ni Nyoman Kawi (35), pengungsi asal Kesimpar, senang dan terhibur dengan pementasan wayang ini. Ia bersama tetangga dan keluarga beberapa kali menonton pentas wayang Cenk Blonk. ”Nggih, beda untuk malam ini. Ini pertama kalinya nonton di pengungsian dan rasanya terhibur sekali. Apalagi ada pesan dan cerita-cerita lucu. Nggih… seru,” ujar Kawi sambil tertawa bersama keluarganya.
Koordinator Pos Pengungsian UPT Rendang Wayan Ariawan berterima kasih dengan adanya pementasan wayang dari BNPB. Menurut dia, meski sebagian besar warga terdampak erupsi sudah pulang ke rumah masing-masing, pengungsi tetap memerlukan perhatian dan disapa untuk mengingatkan agar waspada. Apalagi warga tinggal di lingkar Gunung Agung yang setiap saat bisa meletus.
Semua ada berkah… di balik bencana ada berkah,
Nyidang (bisa) berkumpul dengan keluarga
Nyidang berkumpul nyama beraya (bergotong royong),
Nyidangmekedakan (tertawa),
Mari positif menyikapi keadaan saat ini terjadi dan ambil hikmahnya….
Begitu Tualen menyudahi pesannya. Berganti layar, Hanoman akhirnya menemukan dua saudaranya. Dengan itu, cerita yang berlangsung sekitar satu setengah jam, Jumat malam itu, tamat. (AYU SULISTYOWATI)