logo Kompas.id
NusantaraProblem Status WN di Sulut
Iklan

Problem Status WN di Sulut

Oleh
· 3 menit baca

MANADO, KOMPAS — Sekitar 2.000 warga Filipina keturunan Sangihe dan Talaud yang tinggal di Sulawesi Utara berharap memperoleh kewarganegaraan dari Pemerintah RI. Bertahun-tahun mereka hidup tanpa status kewarganegaraan sehingga banyak yang gagal menikah.Duta Besar RI untuk Filipina Sinyo Harry Sarundajang, Jumat (2/3), mengatakan, masalah kewarganegaraan itu memunculkan problem hukum dan kemanusiaan. Ia berpendapat masalah kewarganegaraan ini serius untuk diselesaikan dengan melibatkan pemerintah kedua negara.Hambatan menikah itu dialami warga Filipina keturunan Sangihe yang tinggal di Bitung dan Sangihe, juga warga Sangihe yang berdiam di Mindanao, Filipina Selatan. Mereka tidak bisa menikah karena tidak memiliki dokumen kependudukan, seperti kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, yang menjadi persyaratan menikah. "Padahal, mereka sudah hidup bersama dengan pasangannya puluhan tahun. Ini menyangkut masalah kemanusiaan," kata Sarundajang ketika berkunjung ke Bitung dan berdialog dengan warga keturunan Sangihe-Filipina, Jumat.Junio Bantika, warga Filipina keturunan Sangihe, mengaku sudah 15 tahun tinggal di Bitung. Ia hidup bersama pasangannya, Lina, warga Bitung. Mereka sudah dikaruniai dua anak berusia 10 tahun dan 8 tahun.Persoalan bertambah rumit karena status anak mereka juga menjadi tidak jelas. "Dua anak saya tidak memiliki akta kelahiran karena kami tidak menikah," katanya.Raul, asal General Santos, Filipina, bersama kedua orangtuanya yang asal Sangihe, telah tujuh tahun tinggal di Bitung. Ia mengaku pasrah gagal menikahi pacarnya, Lia, warga Manembo-nembo, Bitung, disebabkan status kewarganegaraan Raul."Saya harus memiliki KTP untuk menikah, mengurusnya sangat susah. Di General Santos, kami diperlakukan sebagai orang asing, di Bitung juga orang asing. Kami ke gereja untuk menikah juga ditolak," katanya.Menangis di gereja Pendeta Gereja Sidang Pantekosta Jemaat Filadelfia Bitung, Eppa Metia, berharap masalah kewarganegaraan warga Filipina keturunan Sangihe dapat diselesaikan pemerintah. "Mereka rajin ke gereja, tetapi untuk menikahkan, kami tidak bisa. Saat beribadah, mereka menangis. Mereka anak manusia yang terjebak dalam hukum dunia," katanya.Wali Kota Bitung Max Lomban menyatakan, mayoritas warga Filipina keturunan Sangihe yang tinggal di Bitung bekerja sebagai nelayan. Tenaga mereka banyak digunakan perusahaan kapal ikan di Bitung untuk kegiatan penangkapan ikan.Pada 2013, Pemkot Bitung menerbitkan surat keterangan domisili bagi lebih dari 1.000 warga keturunan Sangihe asal Filipina yang hidup tanpa kewarganegaraan. Data terakhir menyebutkan, sebanyak 1.492 warga Filipina keturunan Sangihe bermukim di Kota Bitung tanpa dokumen.Penerbitan kartu khusus itu untuk memudahkan Pemkot Bitung memantau dan mendata mereka setiap tahun. "Status mereka stateless, tanpa kewarganegaraan. Pemberian surat dari Pemkot Bitung justru memudahkan pendataan," kata Lomban.Lomban prihatin atas sejumlah pernikahan tak tercatat yang terjadi antara warga Filipina dan warga Bitung. Orangtua yang tidak memiliki identitas juga telah memunculkan masalah bagi keturunan mereka dalam mendapatkan akta kelahiran. Menurut Lomban, masalah kewarganegaraan tersebut telah menjadi persoalan kemanusiaan yang universal.Proses verifikasi Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sulut Dodi Karnida mengungkapkan, Kemenkumham bersama Pemkot Bitung telah melakukan verifikasi terhadap 499 warga Filipina keturunan Sangihe pada 2017. Verifikasi itu bertujuan untuk penerbitan surat penegasan kewarganegaraan Indonesia yang dapat digunakan untuk menerbitkan KTP dan kartu keluarga.Diungkapkannya, pada 2016, Keimigrasian Sulut juga sudah melakukan verifikasi terhadap 54 warga Filipina yang tinggal di Bitung dan 8 warga yang tinggal di Tahuna, Kabupaten Sangihe. "Sekarang kami masih menunggu dokumen verifikasi dari Kemenkumham di Jakarta. Semoga segera terbit," katanya.Sebelumnya, Pemerintah RI dan Filipina bersama Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), pada September 2016 telah memetakan wilayah permukiman di Filipina dan mendata warga Sangihe dan Talaud menjadi warga Indonesia. Dari hasil pendataan, sebanyak 4.888 warga yang bermukim di Davao, General Santos, dan Provinsi Sarangani berkeinginan memperoleh status hukum kewarganegaraan Indonesia. (ZAL)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000