Badan Restorasi Gambut Dorong Kunjungan Silang Petani
Oleh
Dionisius Reynaldo Triwibowo
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Badan Restorasi Gambut terus mendorong program kunjungan silang petani di tujuh provinsi wilayah kerjanya. Program tersebut dinilai bisa membantu petani menyadari potensi besar lahan gambut daripada sekadar dibakar untuk ladang padi.
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG) Myrna Safitri mengatakan, program Kunjungan Silang Petani bertujuan agar petani dari satu daerah bisa belajar dari daerah lainnya tentang mengelola lahan gambut.
Lahan gambut memiliki potensi yang luar biasa kalau petani tahu benar cara mengolah tanpa merusaknya. Program ini membantu petani melihat dan menggali potensi itu.
”Lahan gambut memilki potensi yang luar biasa kalau petani tahu benar cara mengolah tanpa merusaknya. Program ini membantu petani melihat dan menggali potensi itu," ungkap Myrna saat dihubungi dari Palangkaraya, Minggu (4/3).
Hal tersebut disampaikan Myrna karena melihat aktivitas pembalakan liar yang semakin marak di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, beberapa hari belakangan. Polisi sebelumnya menyita 8.181 batang kayu bulat yang keluar dari hutan lindung.
Myrna mengatakan, dengan menggali potensi lahan gambut, kelompok-kelompok tani bisa memanfaatkannya dan menjadikannya mata pencarian baru yang legal.
”Dengan adanya larangan membakar membuat petani lebih sulit lagi. Makanya difasilitasi agar pengelolaan lahan gambut tanpa bakar bisa digunakan dan diketahui masyarakat,” kata Myrna.
Ikan sungai
Di Kapuas, Myrna menambahkan, budidaya ikan air tawar merupakan potensi yang menjanjikan. Beberapa kanal-kanal yang dulu menjadi penyebab terjadinya kebakaran setelah disekat bisa dimanfaatkan menjadi kolam untuk budidaya ikan sungai.
”Sayang kalau potensi ini tidak dimanfaatkan. Nah, program kunjungan silang ini membuat petani melihat langsung cara kerjanya di daerah lain,” ungkap Myrna.
Setelah melihat banyaknya kasus pembalakan liar, BRG berencana membawa beberapa petani dari Kapuas untuk dibawa ke provinsi lain dan belajar memanfaatkan lahan gambut.
Manajer Program Konservasi Program Mawas dari Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Jhanson Regalino mengungkapkan, di Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, banyak masyarakat justru menolak program BRG terkait sekat kanal. Mereka menolaknya karena sekat kanal mengganggu aktivitas pembalakan liar mereka.
Selama masyarakat tidak mengganti mata pencariannya, hutan lindung di Kapuas akan rusak.
”Ada yang menolak, ada juga yang menerima. Sebagian yang menerima itu biasanya karena terlibat langsung dengan programnya, nah di sini butuh keterlibatan semua pihak agar seluruh masyarakat juga terlibat,” kata Jhanson.
Menurut Jhanson, selama masyarakat tidak mengganti mata pencariannya, hutan lindung di Kapuas akan rusak. Apalagi di sekitar Kecamatan Mantangai merupakan pusat penelitian orang utan yang sudah dibentuk selama belasan tahun.