”Sumber anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi itu ada yang dari ABPD provinsi dan kabupaten/kota, ada yang kami usulkan ke pemerintah pusat,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana, Minggu (4/3), di Yogyakarta.
Bencana alam siklon tropis Cempaka di DIY terjadi pada 27-28 November 2017. Saat itu, lima kabupaten/kota di DIY mengalami bencana banjir, tanah longsor, dan angin kencang. Berdasarkan data Pemerintah Pemprov DIY, dampak siklon tropis Cempaka di provinsi tersebut berupa banjir di 1.182 tempat, tanah longsor di 433 tempat,
serta angin kencang di 223 tempat. Akibat bencana tersebut, 10 orang tewas, 13 orang terluka, dan sekitar 15.000 warga sempat mengungsi.
Rangkaian bencana alam itu juga merusak 543 rumah, 25 jembatan, 66 jalan, dan 54 titik jaringan listrik serta menyebabkan 8.000 hektar sawah terendam sehingga tidak bisa dipanen. Berdasarkan dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Banjir, Tanah Longsor, dan Angin Kencang Tahun 2018-2019 yang disusun Pemprov DIY, total nilai kerusakan di DIY karena bencana alam akibat siklon tropis Cempaka Rp 679,041 miliar.
Dalam dokumen rencana rehabilitasi dan rekonstruksi itu, Pemprov DIY menyatakan, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana akibat siklon tropis Cempaka di DIY membutuhkan anggaran Rp 860,895 miliar. Anggaran tersebut dibagi ke sejumlah sektor, yakni Rp 738,448 miliar untuk infrastruktur; Rp 54,783 miliar untuk perumahan; Rp 27,048 miliar untuk sektor ekonomi; Rp 23,481 miliar untuk bidang sosial; dan Rp 17,133 miliar untuk sejumlah sektor lain.
Usulan dana
Berdasarkan kebutuhan itu, Pemprov DIY mengusulkan permintaan anggaran kepada pemerintah pusat Rp 755,440 miliar, terdiri dari Rp 448,807 miliar dana rehabilitasi dan rekonstruksi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);
Rp 22,626 miliar dana siap pakai BNPB; Rp 16,181 miliar dana alokasi khusus (DAK); serta Rp 267,826 miliar dari anggaran
Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak yang berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Anggaran dari pemerintah pusat itu akan ditambah dengan dana dari APBD Pemprov DIY senilai Rp 35,139 miliar serta APBD pemerintah kabupaten/ kota di DIY Rp 72,603 miliar. Total anggaran yang diusulkan Pemprov DIY untuk membiayai upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana adalah Rp 863,184 miliar.
Biwara menyatakan, dana rehabilitasi dan rekonstruksi dari APBD Pemprov DIY dan APBD kabupaten/kota saat ini sudah tersedia karena sudah dianggarkan sebelumnya. Oleh karena itu, dana tersebut bisa segera digunakan untuk rehabilitasi
dan rekonstruksi di sejumlah sektor.
”Namun, ini butuh proses karena pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi itu, kan, sama dengan program reguler pemerintah. Jadi, kalau ada pengadaan, misalnya, tetap harus melalui lelang,” ujarnya.
Sementara itu, pencairan anggaran dari pemerintah pusat masih harus menunggu verifikasi dari BNPB. Biwara menuturkan, Pemprov DIY berharap anggaran dari pemerintah pusat bisa segera cair agar upaya rehabilitasi dan rekonstruksi dapat segera dilaksanakan. Sebab, jika rehabilitasi dan rekonstruksi tidak segera dilakukan, kerusakan dan kerugian akibat bencana alam berpotensi terus bertambah.
”Misalnya ada jalan yang longsor dan tidak segera diperbaiki, bisa jadi longsornya akan bertambah luas. Selain itu, arus lalu lintas juga akan terganggu dan masyarakat harus mencari jalan lain yang lebih jauh sehingga mereka mengeluarkan biaya lebih banyak,” kata Biwara.
Libatkan warga
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mendorong pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di DIY dilakukan dengan melibatkan masyarakat melalui pola gotong royong. Dengan model gotong royong, Eko meyakini upaya rehabilitasi dan rekonstruksi akan lebih cepat selesai.
”Kami minta pengerjaan dengan gotong royong bersama warga. Dengan semangat gotong royong ini, kami yakini akan mempercepat rehabilitasi dan rekonstruksi,” ujar politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. (HRS)