KUPANG, KOMPAS — Empat dermaga di Nusa Tenggara Timur rusak diterjang gelombang selama Januari-Februari 2018. Kerusakan ini menyebabkan bongkar muat barang dan mobilisasi penumpang di dermaga itu terganggu. Pemda menunggu bantuan dari pemerintah pusat karena dana APBD terbatas. Total nilai kerusakan sekitar Rp 30 miliar.
Kepala Bidang Kelautan Dinas Perhubungan Nusa Tenggara Timur Simon Nitbani, Minggu (4/3), di Kupang, mengatakan, dermaga feri di Kecamatan Kenatang, Kabupaten Sumba Timur, rusak. Bagian depan, tempat sandaran feri, rusak berat sepanjang 20 meter. Feri dan kapal lain tak bisa menaikkan atau menurunkan penumpang dan barang di dermaga itu.
”Feri ini menggunakan sistem roll on roll off. Kapal bisa merapat di bibir dermaga, tetapi bagian permukaan dermaga tergerus dan retak-retak diterjang gelombang. Ini mengakibatkan pelat besi feri di bagian belakang, yang langsung diturunkan dan menyatu dengan dermaga, untuk naik turun penumpang dan barang, tidak berfungsi,” kata Nitbani.
Beberapa feri yang sandar di Dermaga Kenatang, Sumba Timur, untuk menaikkan atau menurunkan kendaraan roda dua dan roda empat, terpaksa menggunakan crane. Penumpang turun dengan bantuan jembatan titian dari kayu. Kondisi ini
memang sangat mengganggu mobilitas penumpang dan barang.
Kerusakan serupa terjadi di dermaga peti kemas di Waingapu. Untuk mengangkut peti kemas, dermaga ini masih beroperasi karena mengandalkan crane, tetapi untuk menaikkan atau menurunkan penumpang kapal Pelni atau feri sulit dilakukan secara leluasa. Kegiatan bongkar muat dan menurunkan atau menaikkan penumpang hanya dilakukan siang hari di dermaga itu demi keselamatan dan kenyamanan.
Dermaga feri di Namo, Kecamatan Raijua, rusak diterjang gelombang pertengahan Januari 2018. Bagian tengah dermaga patah sehingga kendaraan sulit masuk atau keluar dari dermaga. Pejalan kaki pun harus hati-hati beraktivitas di atas dermaga karena lubang tersebut belum ditutup.
”Ini dermaga satu-satunya di Pulau Raijua, berpenduduk sekitar 25.000 orang. Bongkar muat di dermaga ini untuk sementara dihentikan kecuali pelayaran rakyat yang mengangkut dan menaikkan penumpang dari Raijua menuju Pulau Sabu atau sebaliknya. Tapi, itu dilakukan dengan sangat hati-hati dan hanya pada siang hari,” kata Nitbani.
Tokoh masyarakat Timor Tengah Selatan (TTS), Ampera Seke Selan, mengatakan, dermaga bongkar muat barang di Kolbano, TTS, rusak pada akhir Januari 2018. Tiga tiang penyangga dermaga roboh sehingga sebagian besar dermaga tidak dapat difungsikan.
Mubazir
Namun, kehadiran dermaga ini pun dipertanyakan warga karena tidak membawa dampak positif. ”Dermaga dengan panjang 80 meter itu mubazir karena sejak dibangun pada 2012 sampai hari ini tak dimanfaatkan. Padahal, dermaga ini dibangun dengan dana APBN senilai Rp 116 miliar. Nilai kerusakan dermaga itu sekitar Rp 15 miliar,” ucap Ampera.
Bupati Sumba Timur Gidion Mbilijora mengatakan telah melaporkan kerusakan dua dermaga ke pemerintah pusat. Namun, sampai hari ini belum ditindaklanjuti. Biasanya pemerintah pusat mencatat semua laporan itu, kemudian mempelajari tingkat kerusakan dan memperbaiki sesuai dengan prioritas kebutuhan. Nilai kerusakan kedua dermaga itu sekitar Rp 10 miliar.
Pelaksana Tugas Bupati Sabu Raijua Niko Rihiheke pun mengaku telah melaporkan kerusakan dermaga feri di Namo ke Kementerian Perhubungan. Dalam rangka program tol laut, untuk mempercepat arus barang, jasa, dan penumpang, dermaga itu segera diperbaiki. ”Dana APBD terbatas sehingga kami mengharapkan bantuan dari pusat. Saya sudah melaporkan kerusakan itu, lengkap dengan gambar dan perhitungan nilai kerugian. Total biaya perbaikan sekitar Rp 5 miliar,” kata Rihiheke. (KOR)