Kondisi tersebut terpantau di sentra peternakan itik di Limbangan, Kecamatan Brebes, Brebes, Minggu (4/3) sore. Sejumlah kandang tampak kosong tanpa itik. ”Kandang itu kosong karena peternak menjual itiknya. Dari 10 peternak, kini sisa tiga orang setelah banjir beberapa waktu lalu,” ujar Heriyanto (42), peternak itik yang masih bertahan.
Heriyanto mencontohkan, saat banjir ia hanya mendapatkan kurang dari 100 telur per hari dari 400 itik. Padahal, dalam kondisi normal bisa memproduksi rata-rata 300 telur per hari dari jumlah itik yang sama.
Kondisi ini membuat peternak kelimpungan. Mereka harus menanggung biaya pakan itik, seperti ikan giling dan bekatul, hingga Rp 285.000, sementara produksi turun. Dengan harga telur di tingkat peternak Rp 2.000 per butir dan produksi 100 telur, maka ia hanya mendapatkan Rp 200.000. Jumlah tersebut belum bisa menutupi biaya pakan itik.
”Produksi peternak lain ada yang lebih buruk. Ada yang punya 400 itik, tapi cuma dapat 2 telur. Jadi, lebih baik itiknya dijual,” lanjutnya.
Ruslani (48), peternak lain, mengatakan, hingga kini produksi telur itik belum stabil. Alasannya, angin kencang dan hujan masih kerap terjadi. Kondisi itu membuat itik kedinginan dan enggan bertelur. ”Dari 250 itik, saya cuma dapat 70 butir. Biasanya 80 persen itik pasti bertelur. Pekan lalu, saya hanya dapat 40 telur,” ujarnya.
Kondisi itu memukul pedagang telur asin. Pemilik Toko Telur Asin HTM Jaya Brebes, Komarudin, mengatakan, pedagang telur asin saat ini kesulitan bahan baku. Dalam sepekan ini ia hanya mendapatkan pasokan 4.000 telur itik dari bakul. Padahal, dalam kondisi normal, ia mampu memesan 8.000 telur. ”Hal itu membuat harga telur naik dari Rp 2.000 per butir menjadi Rp 2.500 per butir. Otomatis produksi telur asin berkurang,” ujar Komarudin yang telah menjalankan usaha telur asin sejak 1985. Menurut dia, suplai telur asin juga berasal dari Indramayu, Jawa Barat, hingga sejumlah daerah di Jawa Timur. Namun, harganya juga meningkat karena ongkos transportasi.
Hartini (49), pemilik Toko Telur Asin Hj Fatrikah Brebes, terpaksa menutup tokonya selama tiga hari akibat kekurangan bahan baku. ”Kami mulai buka lagi setelah banjir selesai. Itu pun belum bisa penuhi permintaan,” ujar Hartini yang memproduksi sekitar 300 telur asin per hari.
Pada 2016, populasi itik di Brebes yang merupakan sentra telur asin terbesar berjumlah 485.118 itik. Jumlah itu menurun dibandingkan populasi tahun 2015, yakni 519.858 itik.
Banjir di Baleendah
Sementara itu, hingga hari kesembilan banjir di Kabupaten Bandung, 6.361 rumah masih terendam air dengan ketinggian 50-150 sentimeter, Minggu. Titik banjir terluas ada di Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, dan Kecamatan Majalaya. Kondisi ini membuat 1.860 orang terpaksa tinggal di 23 lokasi pengungsian.
”Sejauh ini tidak ada korban jiwa dan untuk mengatur distribusi logistik pengungsi agar lebih baik, posko di Kecamatan Baleendah sudah diaktifkan. Dinas Sosial Kabupaten Bandung juga sudah menyalurkan logistik, terutama untuk pengungsi lansia, anak balita, anak-anak, ibu hamil, juga ibu menyusui,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bandung A Djohara. (IKI/SEM)