Pantauan Kompas, Senin (5/3), di sejumlah pasar di Surabaya, harga cabai berkisar Rp 65.000- Rp 70.000 per kg. Di pasar grosir sayur Keputran yang menjadi tempat pembelian para pedagang dari pasar lain, harga cabai rawit menyentuh Rp 65.000 per kg.
Di pasar lain yang mengambil stok dari Pasar Keputran, harga cabai lebih tinggi lagi. Di Pasar Genteng, misalnya, menyentuh Rp 70.000 per kg. Bahkan, di tingkat pedagang eceran, mencapai Rp 80.000 per kg.
Supri (51), pedagang cabai rawit di Pasar Keputran, mengatakan, kenaikan harga terjadi sejak pekan pertama Februari. Saat itu, harga naik hampir setiap hari dari harga normal Rp 20.000. Dengan harga seperti sekarang, konsumen bisa membeli cabai minimal Rp 5.000 untuk 10 buah cabai rawit.
Mahalnya harga cabai rawit langsung berdampak pada harga makanan karena pedagang mematok harga eceran minimal Rp 70.000 per kg. ”Saya tidak menaikkan harga seporsi nasi campur, tapi tingkat kepedasan sambal dikurangi, karena tidak ada pilihan lain agar pelanggan tetap datang,” kata Suprihatin, penjual nasi di Rungkut.
Kenaikan harga cabai rawit ini, menurut pedagang, dipicu pasokan cabai berkurang. Panen dari daerah penghasil cabai rawit, seperti Banyuwangi, Bojonegoro, Kediri, dan Jember, tidak seperti biasanya karena terganggu hujan. ”Tanaman cabai membusuk karena masuk puncak musim hujan. Ada kemungkinan harga akan terus naik hingga memasuki musim kemarau,” ujar Supri.
Lilik Setiorini (42), warga Wonokromo, berharap pemerintah segera melakukan operasi pasar. Alasannya, kenaikan harga cabai membuat konsumsi sambal berkurang. ”Biasanya beli cabai Rp 10.000 bisa untuk tiga hari, sekarang kadang sehari sudah habis,” ujar Lilik yang biasa membeli cabai di pedagang eceran.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengajak warga kembali menanam cabai sehingga bisa swasembada agar tak terpengaruh dengan kenaikan harga cabai yang selalu terjadi tiap musim hujan. ”Kalau punya tanaman cabai sendiri di rumah, harga naik berapa pun tidak akan terpengaruh. Bahkan bisa menurunkan harga cabai di pasar karena permintaan turun akibat swasembada,” katanya.
Menurut Risma, warga harus mengantisipasi terulangnya siklus kenaikan harga cabai tersebut. Warga kembali diingatkan untuk mulai menanam cabai, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pemkot Surabaya akan memberikan bibit cabai jika ada warga yang membutuhkan. Gerakan menanam cabai mandiri akan dilakukan di tingkat rukun tetangga hingga sekolahan.
”Kebiasaan rata-rata masyarakat setiap makan harus ada sambal, maka ketika harga cabai naik, pengeluaran ikut naik. Lebih baik menanam cabai sendiri di rumah masing-masing dan di lahan kosong sehingga tidak terpengaruh kenaikan harga cabai di pasaran,” kata Risma. (ETA/SYA)