DENPASAR, KOMPAS – Wakil masyarakat bersama organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia menggugat Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 660.3/3965/IV-A/DISPMPT tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng. Surat Keputusan Gubernur Bali itu dinilai melanggar sejumlah peraturan, di antaranya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam sidang pembacaan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar, Selasa (6/3), Ketua Majelis Hakim PTUN Denpasar A K Setiyono membacakan, gugatan atas SK Gubernur Bali itu diajukan empat penggugat secara bersama-sama melalui Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum Bali, yakni tiga dari masyarakat Celukan Bawang dan satu dari Greenpeace Indonesia. Sidang pembacaan gugatan itu juga diteruskan dengan putusan sela tentang permohonan intervensi yang diajukan pihak PT PLTU Celukan Bawang.
Setiyono mengatakan, gugatan yang diajukan I Ketut Mangku Wijana dan pihak penggugat dengan obyek gugatan adalah SK Gubernur Bali tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang diterima PTUN Denpasar pada 24 Januari 2018.
Dalam gugatan itu disebutkan SK Gubernur Bali itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, antara lain, mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terkait proses analisis mengenai dampak lingkungan, dan UU No 6/1994 tentang Ratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim.
Dalam dokumen gugatan juga disebutkan, proses amdal dan izin lingkungan tidak valid karena beberapa aspek kelengkapan dokumen amdal tidak dipenuhi, di antaranya, pemenuhan proses sosialisasi rencana kegiatan PLTU Celukan Bawang kepada masyarakat di empat desa sekitar PLTU Celukan Bawang, Buleleng. Pemberian izin lingkungan hidup PLTU Celukan Bawang itu dinilai berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
Penggugat, menurut Setiyono, memohon SK Gubernur Bali tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang itu dinyatakan batal atau ditunda sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pembangkit listrik
Dalam sidang kemarin, majelis hakim PTUN Denpasar mengabulkan permohonan intervensi dari PT PLTU Celukan Bawang. PT PLTU Celukan Bawang diputuskan menjadi tergugat intervensi karena PT PLTU Celukan Bawang berkepentingan dengan SK Gubernur Bali tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang.
PT PLTU Celukan Bawang akan membangun fasilitas dan pembangkit berkapasitas 2 x 330 megawatt (MW) di area PLTU Celukan Bawang yang sudah terdapat pembangkit listrik berkapasitas 380 MW. PLTU Celukan Bawang merupakan pembangkit listrik di Bali dengan menggunakan bahan bakar batubara.
Kuasa hukum penggugat Dewa Putu Adnyana mengatakan, SK Gubernur Bali itu cacat prosedur karena surat keputusan diterbitkan tanpa memenuhi aspek kelengkapan, di antara, tidak melibatkan masyarakat yang terdampak pembangunan proyek PLTU. SK Gubernur Bali itu juga bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
I Ketut Ngastawa, kuasa hukum Gubernur Bali, menyatakan pihaknya sudah menyiapkan jawaban atas gugatan itu. Namun jawaban batal dibacakan dalam sidang karena berkas gugatan kembali diperbaiki menjelang pembacaan gugatan. Selain itu, menurut Ngastawa, majelis hakim juga mengeluarkan putusan sela mengenai PT PLTU Celukan Bawang sebagai tergugat intervensi.
Ngastawa menambahkan, Pemerintah Provinsi Bali peduli dan memperhatikan aspek lingkungan dalam pembuatan kebijakan, termasuk dalam penerbitan SK Gubernur Bali tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang. “Prosesnya diawasi Komisi Penilai Amdal Daerah,” kata Ngastawa seusai sidang di PTUN Denpasar.
Dihubungi terpisah, anggota tim Komisi Penilai Amdal Provinsi Bali Made Iwan Dewantama menyatakan sosialisasi mengenai PLTU Celukan Bawang tahap 2 sudah dilaksanakan. Sosialisasi diikuti tokoh masyarakat dari empat desa di sekitar PLTU, termasuk para kepala desa dan pimpinan desa adatnya. Adapun proses amdal PLTU Celukan Bawang tahap 2 untuk pembangkit 2 x 330 MW itu dilakukan mulai 2015.
Mangku Wijana mengatakan dirinya menggugat SK Gubernur Bali itu, antara lain, karena belum pernah diikutkan dalam sosialisasi pembangunan PLTU Celukan Bawang. Mangku Wijana juga menyatakan dirinya menggugat proyek PLTU berbahan bakar batubara karena khawatir terhadap dampak penggunaan batubara terhadap kesehatan dan lingkungan. “Sebagai penggugat, saya khawatir terhadap dampak polusi lingkungan,” kata Mangku Wijana kemarin.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali I Gede Suarjana mengatakan SK Gubernur Bali tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang dikeluarkan setelah ada dokumen Amdal yang lengkap.