JAMBI, KOMPAS — Penyidik dari polisi kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi menelusuri pemilik modal di balik aktivitas perambahan liar untuk kebun sawit. Seorang tersangka ditetapkan menyusul penangkapan tiga perambah liar di kawasan restorasi ekosistem Hutan Harapan di Kabupaten Batanghari.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Erizal mengatakan, tersangka Sarno (33) merupakan pengendali lapangan perambahan liar. Dari rencana 200 hektar hutan yang akan dirambah, sudah 5 hektar dibabat menggunakan alat berat.
Hal itu memerlukan biaya besar. ”Artinya, pelaku di balik aktivitas ini punya modal cukup,” katanya, Selasa (6/3).
Akhir pekan lalu, ekskavator yang digunakan perambah disita. Barang bukti itu terparkir di halaman kantor Dishut Provinsi Jambi di Kota Jambi yang berjarak 100 kilometer dari lokasi perambahan.
Pembukaan lahan untuk kebun sawit menggunakan alat berat berbiaya besar. Dana untuk membuka areal hingga siap tanam dan penanaman bibit sawit setidaknya Rp 30 juta per hektar. Jika 200 hektar yang akan dibuka menjadi kebun sawit, berarti perlu biaya Rp 6 miliar.
Kepala Bagian Kerja Sama Hutan Harapan Adam Aziz mengatakan, pihaknya membuka peluang pengelolaan hutan bagi masyarakat dalam skema perhutanan sosial. Namun, pengelolaan itu bukan untuk pemodal, apalagi yang membuka hutan untuk kebun sawit.
Kawasan restorasi ekosistem Hutan Harapan seluas 98.555 hektar merupakan habitat alami bagi 307 spesies burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, dan 917 spesies tanaman endemik. Dari luasan itu, lebih dari 12.000 hektar telah dirambah berbagai kelompok. Jumlah perambah mencapai 22.723 orang.
Habitat harimau rusak
Masuknya harimau sumatera ke permukiman, Minggu (4/3), hingga tewas dibantai warga di Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, menunjukkan adanya kerusakan habitat di Taman Nasional Batang Gadis. Perambahan hutan dan pertambangan harus ditata ulang untuk melestarikan taman nasional dan spesies yang hidup di dalamnya.
”Tewasnya harimau sumatera adalah alarm untuk menyelamatkan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Apalagi, status harimau sangat terancam punah,” kata pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Odding Affandi, Selasa.
Hasil pantauan Balai TNBG, hanya tujuh harimau sumatera tertangkap kamera di TNBG yang luasnya 72.803,73 hektar itu. Jumlah semua harimau sumatera diperkirakan tak sampai 20 ekor. Selain harimau sumatera, di TNBG terdapat tapir, beruang madu, rusa, kijang, landak, dan kambing hutan. Juga ada bunga langka yang dilindungi, yakni Rafflesia sp.
Ancaman utama TNBG adalah tumpang tindih kepentingan konservasi dan ekonomi. Luas TNBG mencapai 26 persen dari luas total Kabupaten Mandailing Natal. Perambahan hutan menjadi permukiman dan perladangan warga ada sebelum penetapan kawasan sebagai taman nasional pada tahun 2004. Selain itu ada pertambangan emas dari dua perusahaan.
Kepala Subbagian Humas dan Tata Usaha Balai TNBG Bobby Novandry mengatakan, masalah itu menjadi kendala mengatasi perambahan hutan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara Dana Tarigan menyatakan, pemerintah harus menata ulang izin pertambangan yang bersinggungan dengan taman nasional. (ITA/NSA)