KARANGASEM, KOMPAS — Gunung Agung, Bali, berstatus Siaga sejak 10 Februari. Radius bahaya ditetapkan 4 kilometer dari puncak kawah. Radius itu tidak berpenghuni. Karena itu, semua pengungsi boleh pulang ke rumah.
Lebih dari 90.000 orang dari 22 desa terdampak secara bertahap meninggalkan pos-pos pengungsian. Namun, 1.561 orang tertunda kembali ke rumah karena lambatnya rehabilitasi infrastruktur, terutama jalan yang rusak diterjang lahar hujan selama erupsi Gunung Agung.
Yang masih tinggal di pengungsian di antaranya warga Dusun Kesimpar, Dusun Temukus, Dusun Sebudi, berlokasi sekitar 5 kilometer dari kawah puncak. ”Akses jalan keluar masuk dusun putus akibat lahar hujan. Gunung pun belum normal. Jadi, kami memilih tinggal di pengungsian. Khawatir jika terjadi erupsi lagi, akan kesulitan evakuasi,” kata Kepala Dusun Kesimpar, Nengah Samar, di UPT Rendang, Karangasem, Selasa (6/3).
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Karangasem I Ketut Sedana Mertha mengatakan, pihaknya sudah mengajukan lokasi prioritas perbaikan jalan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karangasem. Namun, terkendala anggaran.
Satu-satunya infrastruktur yang sedang diperbaiki adalah tiang pancang jembatan Tukad Yeh Sah. Pengerjaan dilakukan Kementerian PUPR dengan menambahkan beronjong di semua tiang pancang dan penyangga jembatan tersebut.
Tagihan biaya kesehatan
Penggantian dana layanan kesehatan untuk sejumlah rumah sakit pemerintah dan swasta di 9 kabupaten/kota bagi pasien terdampak erupsi Gunung Agung juga terhambat. Data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, total tagihan layanan kesehatan, 18 September 2017 hingga 21 Januari 2018, mencapai Rp 4,5 miliar.
”Tagihan awalnya ke Kementerian Kesehatan. Sudah disampaikan ke BNPB untuk dibayarkan melalui dana siap pakai melalui BNPB. Namun, sampai saat ini, dana belum diterima. Pelayanan RS bisa terganggu jika tagihan tidak segera dibayarkan,” kata Kepala Dinkes Bali Ketut Suarjaya. (AYS)