Selamatkan Gerabah Malo lewat Wisata Edukasi
Dua siswa SD Sudu 2, Kecamatan Gayam, itu asyik mengecat gerabah celengan (tempat menyimpan uang). Alvin mengecat celengan berbentuk burung hantu, sedangkan Annisa mengecat bentuk penguin. Keduanya mengikuti program Wisata Edukasi Gerabah (WEG) di sentra industri gerabah Desa Rendeng, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Selain siswa SD Sudu 2, ada puluhan siswa lain dari SD Kuncen 2, Kecamatan Padangan; Madrasah Ibtidaiyah Asy Syakur Nglingi, Kecamatan Ngasem dan SD Kuncen 2, Kecamatan Padangan yang ikut WEG. Mereka dipandu para pemuda dari Karang Taruna Satria Muda yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata Gerabah Rendeng (Pokdarwis Gendeng).
Selain mengecat celengan berbentuk tokoh kartun, para siswa mendapatkan pengetahuan proses pembuatan gerabah hingga pengecatan. Mereka juga berpraktik membuat celengan berbahan tanah liat dengan teknik cetak tekan. Termasuk memasukkan tanah liat yang lembek ke alat cetak dan menekannya sampai rata.
Celengan
Jenis gerabah yang paling dikenal di Rendeng adalah celengan, selain berbagai bentuk perkakas rumah tangga seperti layah (wadah membuat sambal), kendi dan kuali. Celengan di Malo umumnya menyerupai bentuk binatang, seperti macan, zebra, singa, sapi, ayam, dan monyet.
Sejak 2014, perajin berinovasi membuat celengan berbentuk tokoh kartun, seperti Mickey Mouse, Donald Bebek, Spongebob, Doraemon, Winnie the Pooh, Patrick, Hello Kitty, Sopo Jarwo, dan Marsha. Tujuannya agar lebih menarik minat anak-anak.
Menurut Ismail (58), dirinya mengawali membuat aneka karakter itu saat ada pengunjung asal Tuban memesan dibuatkan celengan berbentuk karakter tokoh-tokoh kartun. ”Pesanannya ada 37 macam. Saya minta foto bentuknya, lalu saya buat secara manual dengan tangan, belum ada alat cetaknya,” ujarnya.
Pesanan itu diselesaikan sekitar tiga pekan dengan harga Rp 7.000 per biji. Akhirnya, dia berinisiatif membuat bentuk karakternya lalu memesan alat cetaknya karena banyak permintaan. ”Saya bangga, kini anak muda mengembangkan lebih jauh dengan wisata edukasi,” ujarnya.
Inovasi bentuk karakter kartun itu bukan saja upaya mempertahankan usaha, melainkan juga untuk mengenalkan celengan kepada anak-anak. Para siswa mulai dari kelompok bermain hingga SMA, mahasiswa, dan ibu-ibu yang berkunjung bisa belajar proses membuat celengan. Celengan yang dicat sendiri bisa dibawa pulang.
Kawasan industri gerabah di Rendeng telah dikembangkan menjadi obyek wisata edukasi secara mandiri. Seorang perajin, Mujtaba (34), menuturkan konsep itu telah dilaksanakan sejak Juni 2015 bersama Talhah (42), Ismail (58), dan Muchtarom.
Gagasan itu terinspirasi dari berbagai film kartun yang disukai anak-anak. Akhirnya dibuatlah cetakan berbahan gips. Itu berbeda dari proses membuat celengan berbentuk binatang uang dibuat secara manual. Bentuk karakter kartun ternyata disukai. Akhirnya Rendeng menjadi tujuan wisata edukasi.
Dalam sebulan, pengunjung bisa mencapai 1.000 orang. Kunjungan siswa biasanya ramai pada akhir pekan, terutama Sabtu. ”Sebenarnya, kami membatasi per kunjungan maksimal 150 siswa. Akan tetapi, kadang ada yang datang mendadak tanpa konfirmasi lebih dulu,” ujarnya.
Sekolah bisa memilih paket yang disediakan mulai Rp 10.000 hingga Rp 25.000 per anak. Dalam paket Rp 25.000, misalnya, siswa mendapatkan gerabah celengan yang diwarnai, satu gerabah celengan karakter lain, dan nasi kotak.
Mereka juga bisa membeli berbagai bentuk gerabah celengan. Harganya di lokasi berkisar Rp 5.000-Rp 20.000 per celengan tokoh kartun atau bentuk mobil-mobilan Rp 12.000. Celengan berbentuk tokoh kartun dikirimkan ke Gresik dan Surabaya.
Wisata edukasi jadi salah satu cara perajin gerabah bisa bertahan. Pada era modern ini, orang menyimpan uang dalam celengan menjadi langka. Orang membeli celengan lebih untuk hiasan di sudut-sudut ruangan.
Robet Syaifun Nawas, instruktur WEG, menyebutkan, kerajinan gerabah di Rendeng bisa menggeliat lagi dengan bentuk yang beragam. Selain celengan berbentuk binatang, ada juga tokoh pewayangan. Perajin bisa mengikuti pelatihan membuat celengan keramik yang lebih halus, mendatangkan ahli dari Institut Seni Yogyakarta serta studi banding ke Bali dan Dinoyo Malang.