BANJARMASIN, KOMPAS — Pemerintah Kota Banjarmasin kembali menggelar Banjarmasin Sasirangan Festival. Melalui kegiatan itu, semua kalangan diajak melestarikan sekaligus memopulerkan kain sasirangan. Para perajin didorong untuk berkreasi menciptakan motif baru dan menggunakan pewarna alami.
Sasirangan merupakan kain khas Banjar, semacam batik yang dibuat dengan teknik menyirang (menjelujur atau menjahit jarang-jarang). Kegiatan Banjarmasin Sasirangan Festival (BSF) 2018 dipusatkan di kawasan Menara Pandang Wisata, Jalan Kapten Pierre Tendean, Kota Banjarmasin, 7-11 Maret. Tahun ini merupakan tahun kedua penyelenggaraan BSF.
”Melalui kegiatan BSF, kami ingin melestarikan dan lebih memopulerkan kain sasirangan di masyarakat. Mudah-mudahan sasirangan selalu menjadi pilihan di antara sekian banyak kain khas Nusantara,” kata Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina saat membuka kegiatan BSF 2018 di Banjarmasin, Rabu (7/3).
Kegiatan BSF akan menampilkan berbagai kreasi kain sasirangan dari pelaku usaha ekonomi kreatif dan para desainer. Itu untuk menunjukkan bahwa sasirangan bisa digunakan untuk pakaian formal ataupun nonformal. Sasirangan juga bisa dijadikan berbagai produk, misalnya tas, dompet, sandal, dan sepatu.
Pewarna alami
”Kami mendorong perajin sasirangan menciptakan motif-motif baru di samping mempertahankan motif asli. Mereka juga didorong menggunakan pewarna alami karena sasirangan dengan pewarna alami menjadi pilihan turis dari Eropa, Amerika, dan Australia saat datang ke Banjarmasin,” papar Ibnu Sina.
Ketua Panitia Pelaksana BSF 2018 Hamdi mengatakan, BSF tahun ini mengusung tema ”Sasirangan Mendunia”. Festival ini diisi berbagai kegiatan, antara lain menyirang kain sepanjang 250 meter, lomba motif sasirangan, parade massal sasirangan, peragaan busana sasirangan, penobatan duta sasirangan, serta pameran yang terdiri dari 50 stan.
”Untuk menduniakan sasirangan, kami mendorong perajin menggunakan pewarna alami. Saat ini, jumlah perajin sasirangan yang menggunakan pewarna alami masih sedikit,” kata Hamdi, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkot Banjarmasin.
Siti Nursiah, warga Banjarmasin pencinta sasirangan, menyambut baik kegiatan BSF yang memberi kesempatan kepada perajin sasirangan untuk berkreasi dan berinovasi. Dengan begitu, sasirangan akan terus ada dan dikenal generasi muda.
Kepala Bidang Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Dinas Perindustrian Provinsi Kalsel Hasan Talaohu mengemukakan, jumlah perajin sasirangan di Kalsel sekitar 200 orang. Sebagian besar berada di Kota Banjarmasin. Satu perajin bisa bermitra dengan 10 perajin lain untuk melukis motif, menyirang, dan mewarnai.
”Kami dari Dinas Perindustrian bersama Dewan Kerajinan Nasional Daerah Provinsi ataupun Kota Banjarmasin berulang kali mengadakan pelatihan penggunaan pewarna alami. Sejak 2010, perajin sasirangan didorong menggunakan pewarna alami,” katanya.
Namun, para perajin masih jarang memproduksi sasirangan berpewarna alami karena kurang diminati pasar lokal. Sasirangan berpewarna alami tampak kurang cerah, sementara masyarakat Banjar umumnya menyukai sasirangan berwarna cerah.
”Perajin memproduksi sasirangan berpewarna alami bergantung pesanan. Kebanyakan peminatnya orang luar. Di sisi lain, akses pasar perajin sasirangan ke luar daerah masih terbatas,” kata Hasan. (JUM)