Konsul Australia: Perempuan Harus Bebas dari Kekerasan
Oleh
Ayu Sulistyowati
·2 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Konsul Jenderal Australia di Bali, Dr Helena Studdert, Kamis (8/3), mengapresiasi para perempuan Bali dan Nusa Tenggara yang kuat dan berdedikasi dalam menjalani budayanya. Ia mengapresiasi para perempuan sebagai penjaga kearifan lokal yang mumpuni.
Perkembangan peradaban budaya menjadikan kaum perempuan Bali dan Nusa Tenggara pintar. Helena juga menyatakan bangga dan senang bahwa perempuan perkotaan dan pedesaan di Bali dan Nusa Tenggara maju dalam bidang sosial, pendidikan, dan ekonomi.
”Semua perempuan berhak mendapatkan hak untuk hidup bebas mendapatkan pendidikan. Mereka harus bebas dari kekerasan apa pun bentuknya,” kata Helena, pada acara perayaan Hari Perempuan Internasional di rumahnya, Sanur, Kota Denpasar, Bali, Kamis (8/3).
Apalagi, lanjutnya, tahun Hari Perempuan Internasional mengangkat tema Leave No Women Behind, yang bertepatan dengan masih hangatnya pengungsian akibat erupsi Gunung Agung. Hal ini sejalan dengan promosi pentingnya peran perempuan dalam penanganan bantuan kemanusiaan dan kebencanaan.
”Perempuan dan anak-anak adalah kelompok paling rentan terhadap kekerasan dan pelecehan selama dalam pengungsian. Ini harus menjadi perhatian agar perempuan dan anak-anak terlindungi dalam situasi darurat apa pun dalam kebencanaan,” ujar Helena.
Pada acara tersebut, Helena mengajak tamu-tamunya berbagi cerita tentang pengungsian di Karangasem karena erupsi Gunung Agung.
Selanjutnya, Helena menjelaskan adanya program negaranya di Indonesia, mengenai Strategi Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan: Program MAMPU (Pemberdayaan Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan).
Komitmen nilainya sekitar 113 juta dollar Australia selama lima tahun (tahun 2016-2020). Program ini berjalan di 27 provinsi dengan 2.400 mitra dengan 14.000 perempuan sebagai pendukungnya.