JAMBI, KOMPAS - Kualitas hidup perempuan pada kawasan pedesaan di Jambi menurun akibat makin kuatnya monopoli perkebunan sawit swasta. Kesehatan reproduksi juga terancam seiring meluasnya alih fungsi lahan menjadi tambang emas dan batu bara.
Hasil penelusuran sejumlah komunitas perempuan di Jambi yang tergabung dalam Save Our Sisters mendapati menyusutnya areal pangan di Kabupaten Muaro Jambi menjadi perkebunan sawit swasta. Sebagian lahan masyarakat dimasukkan pemerintah daerah setempat ke dalam hak guna usaha sejumlah perusahaan sawit.
Akibatnya, lahan yang semula ditanami palawija dan padi sejak lima tahun terakhir berganti menjadi kebun sawit. “Karena kehilangan lahan kelola, banyak perempuan terpaksa membantu penghidupan keluarganya dengan menjadi buruh di kebun sawit,” kata Ida Zubaidah, Ketua Umum Save Our Sisters, dalam peringatan hari perempuan se-dunia, di Kota Jambi, Kamis (8/3).
Perempuan yang menjadi buruh lepas di kebun sawit swasta hanya mendapatkan upah Rp 60.000 per hari, sementara buruh laki-laki menerima Rp 80.000. Upah tersebut sangat tidak sesuai dengan beban kerja dan besarnya resiko yang ditanggung buruh perempuan. “Selain bekerja sangat keras, mereka beresiko terpapar pestisida dan pupuk kimia,” katanya lagi.
Di Kabupaten Batanghari, Sarolangun, Merangin, Tebo, dan Bungo, kesehatan reproduksi perempuan juga terancam akibat maraknya tambang emas dan batu bara. Penambang masih banyak yang memanfaatkan merkuri untuk mengolah emas, lalu membuang limbahnya begitu saja ke pekarangan sekitar rumah. Selanjutnya limbah meresap ke tanah, air, dan mengalir ke sungai.
Begitu pula di areal tambang batu bara Kabupaten Sarolangun. Pihaknya mendapati banyak perempuan di Desa Taman Dewa mengidap gatal-gatal karena memanfaatkan air kotor yang tercemar air limbah batu bara.
Kekerasan seksual
Sementara itu, aktivis Beranda Perempuan, Desi Rizky mendesak dihentikannya kekerasan seksual utamanya bagi mahasiswi di kampus. Mereka juga mendesak sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual tersebut.
Menurut Desi, kini dibuka layanan pengaduan bagi para korban kekerasan seksual di kampus-kampus di Jambi. Pembentukan layanan pengaduan didasari sejumlah keluhan mahasiswa yang menjadi korban pelecehan seksual oleh dosen mereka di kampus. Kondisi itu bahkan sudah terjadi bertahun-tahun.
Dalam dua tahun terakhir, terdata 130 kasus kekerasan di Jambi. Sekitar 80 persen korbannya adalah perempuan. Sedangkan pelaku kebanyakan orang-orang yang berada pada lingkungan terdekat mereka.