SURABAYA, KOMPAS — Tata kelola pemerintahan yang baik sebagai satu dari empat aspek pendorong daya saing nasional membutuhkan latar belakang ”industri” politik yang baik. Tata kelola pemerintahan yang dikategorikan sebagai praktik penerapan kewenangan menuntut pembagian peran pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintahan kini, yang telah meluncurkan 16 paket kebijakan sebagai realisasi Nawacita, telah mendorong kemajuan sektor ekonomi makro dan mikro.
Konglomerat Grup Mayapada yang mengelola bisnis perbankan dan rumah sakit, Dato’ Sri Tahir, menyampaikan hal itu di Kampus Universitas Airlangga, Surabaya, Kamis (8/3). Ia membawakan pidato pengukuhan gelar doktor honoris causa berjudul ”Menjadikan Ekonomi Indonesia Berdaya Saing Global dengan Mengelola Sumber Daya secara Berkeadilan: Perspektif Resource-Based Theory (RBT)”, dalam sidang Senat Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair.
Ini gelar doktor kehormatan keempat bagi Tahir. Sebelumnya ia menerima penganugerahan serupa dari Universitas Nasional Sains dan Teknologi Taiwan (2017), Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2016), dan Universitas 17 Agustus Surabaya (2008). Pria kelahiran Surabaya tahun 1952 ini mengaku dibesarkan dengan kondisi ekonomi serba susah, dari orangtua yang mendapat nafkah dari penyewaan empat becak kepada pengemudi.
Upacara pengukuhannya dihadiri banyak tokoh nasional dan pejabat pemerintah, termasuk Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Jaksa Agung M Prasetyo, dan sejumlah menteri. Dalam buku biografinya berjudul ”Living Sacrifice” yang dibagikan dalam acara itu, ada kata pengantar dari Presiden Joko Widodo dan bos Microsoft, Bill Gates.
Tahir mengaku hadir pada banyak peristiwa bencana besar di Tanah Air, termasuk terakhir di Asmat, Papua, dan bahkan mengirim bantuan sendiri kepada pengungsi Irak. Kegiatan amalnya dipuji banyak lembaga dunia, termasuk Wali Kota Surabaya, yang sengaja memajang sebuah becak di museum Pemkot Surabaya. Risma, seperti dikatakan Tahir, memajang becak itu agar Tahir selalu mengingat kota kelahirannya, Surabaya.
”Pendekatan Presiden Joko Widodo yang melaksanakan praktik ’tata kelola pemerintahan yang baik’ seperti teori RBT, yang meyakini perusahaan sebagai kumpulan kemampuan dalam mengelola sumber daya, sangat baik. Terutama dengan tindakan politik membuat 16 paket kebijakan ekonomi selama ini,” kata Tahir.
Teori Daya Saing Nasional yang digunakan Tahir juga meletakkan nilai tinggi di sisi organisasi. Hal inilah yang telah dilakukan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, pelabuhan, jalan tol dan tol laut, serta mendorong produktivitas perikanan yang membawa RI di jalur optimistis.
”Industri politik yang baik dan efektif bakal memberikan kerangka kerja yang mudah guna mempertimbangkan aspek kunci hubungan politik dan pemerintahan,” katanya. (ODY)