YOGYAKARTA, KOMPAS — Sektor jasa yang tidak efisien karena sumber daya lemah akan menghambat daya saing industri. Regulasi yang tepat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja kompeten, sesuai dengan kualifikasi industri.
Denni Puspa Purbasari, Deputi III Kepala Staf Kepresidenan, Jumat (9/3), mengatakan, pemerintah terus mengembangkan program meningkatkan kompetensi dan produktivitas sumber daya manusia (SDM). ”Persaingan global yang makin ketat membuat Indonesia butuh manusia unggul sebagai modal,” ujar Denni dalam diskusi publik ”Menjawab Tantangan Sektor Jasa Indonesia”, di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Disrupsi teknologi yang menandai revolusi industri ke-4 akan mengubah lanskap politik dan ekonomi. Saat ini, banyak pekerjaan hilang karena digantikan proses teknologi. Hal ini harus diantisipasi oleh generasi muda agar tidak tergilas perkembangan teknologi. ”Perubahan itu cepat sekali. Kita harus inovatif agar bisa memenangi persaingan global. Ini hanya bisa dicapai dengan sumber daya manusia yang unggul dengan etos kerja tinggi,” kata Denni.
Sekretaris Jenderal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ainun Naim menegaskan, pihaknya menyiapkan regulasi agar lulusan perguruan tinggi sesuai dengan kualifikasi kebutuhan industri. Jika regulasi tidak disiapkan, jumlah penganggur terdidik terus membengkak.
”Padahal, kebutuhan SDM di sektor industri tinggi. Contoh sektor produksi barang manufaktur membutuhkan jasa yang kompetitif, mulai dari desain, branding, pemasaran, hingga pascapenjualan,” ujarnya.
Dalam hal ini, rekrutmen tenaga pengajar dari sektor industri diharapkan mampu menyesuaikan materi ajar dengan kondisi perindustrian. Dengan demikian, kualifikasi lulusan perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan industri.
Menurut Ainun, lewat skema program rekognisi pembelajaran lampau (RPL), para profesional dari kalangan industri dapat memenuhi kualifikasi tenaga pengajar. RPL merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang mengakui capaian pembelajaran hasil pendidikan formal, nonformal, informal, dan atau pengalaman bekerja yang dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikan formal hingga memperoleh ijazah atau dijadikan bukti penyetaraan terhadap level KKNI tertentu.
”Kunci dari sektor jasa adalah SDM. Inovasi perluasan sektor kerja dan kinerja membuat kebutuhan tenaga kerja meningkat. Perguruan tinggi harus bisa mengakomodasi kreativitas untuk memenuhi kebutuhan jasa baru,” ujar Ainun.
Staf Ahli Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Rahma Iryanti, mengatakan, Indonesia bisa mengadaptasi model pendidikan ganda seperti yang dilakukan di Jerman untuk meningkatkan daya serap SDM ke sektor industri. Prosesnya, selama 2-3 tahun, mahasiswa membagi waktu antara kuliah kejuruan dan belajar di tempat kerja. Rinciannya, mereka menghabiskan tiga hari seminggu di perusahaan industri tertentu dan dua hari seminggu di perguruan tinggi untuk teorinya.
”Program magang memberikan wawasan baru bagi mahasiswa. Di sisi lain, perusahaan dapat mempekerjakan mereka secara permanen setelah pendidikan selesai,” ujar Rahma.
Selama ini, magang atau praktik kerja lapangan yang diterapkan SMK dan perguruan tinggi di Indonesia terlalu singkat. Padahal, perubahan di sektor industri berlangsung cepat. Akibatnya, pengetahuan yang didapat tidak sesuai lagi dengan perkembangan. (DIM)