KUDUS, KOMPAS – Petani di sejumlah sentra pertanian pantai utara Jawa Tengah mengeluhkan pengurangan jatah alokasi pupuk bersubsidi untuk kebutuhan musim tanam kedua bulan Maret ini. Keterbatasan pupuk tersebut dikhawatirkan mengganggu proses produksi padi karena tanaman rawan terserang hama dan penyakit.
“Jika pupuk dikurangi dikhawatirkan bisa menyebabkan tanaman padi rawan kena hama maupun batang pohon mudah rebah,” ujar Abdullah (56), petani di Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Senin (12/3).
Di Kabupaten Kudus, alokasi pupuk urea bersubsidi sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) mestinya sebanyak 10.000 ton. Namun, realisasinya hanya sekitar 9.300 ton. Adapun pupuk ZA dari kebutuhan 4.260 ton terealisasi 4.160 ton. Pupuk organik yang biasanya 4.300 ton turun hanya 4.100 ton, sedangkan pupuk NPK Phonska dari 6.900 ton hanya 5.920 ton.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jateng, Agus Eko Cahyono mengemukakan, penurunan alokasi pupuk bersubsidi terjadi mulai 2017. Penurunan itu terjadi seiring uji coba pelaksanaan kartu tani. Penurunan setiap daerah bervariasi, antara 20 persen dan 40 persen dari jatah alokasi musim tanam sebelumnya.
Penurunan alokasi pupuk bersubsidi juga terjadi di Kabupaten Demak, Grobogan, dan Pemalang. Padahal, menurut Agus, setiap daerah punya kesuburan yang berbeda. Untuk wilayah pantura bagian timur seperti Grobogan, Pati dan Blora sangat membutuhkan pupuk bersubsidi jenis ZA, NPK dan organik. Hal itu sesuai dengan kondisi tanah dengan unsur hara tipis.
Ketua Kelompok Tani Sido Makmur, Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Hardiono mengungkapkan, dengan kondisi yang kurang subur, lahan pertanian di Grobogan lebih membutuhkan pupuk bersubsidi non urea. “Ada pengurangan sekitar 20 persen dari total kebutuhan kelompok tani,” ujarnya.
Petani lebih membutuhkan pupuk bersubsidi non urea untuk membantu kesuburan sawah serta memperkuat batang pohon padi. Sukandar (42), petani di Desa Kajen, Kabupaten Patu menuturkan, jika pemberian pupuk NPK dan ZA berkurang, biasanya rendemen tanaman padi akan menurun. Akibatnya, batang padi mudah rebah serta bila bulir padinya berbuah, berasnya mudah patah.
“Untuk memperkuat pertumbuhan tanaman padi, terpaksa menambah pupuk organik buatan sendiri dari pupuk kandang meski harus keluar ongkos Rp 200.000,” tambah Sukandar.
Pengecer kesulitan
Sejumlah pedagang pupuk bersubsidi di Pemalang juga menyatakan, akibat suplai pupuk berkurang, pengecer kesulitan menyediakan pupuk sesuai kebutuhan anggota kelompok tani.
“Sebelum jatahnya dikurangi, pengecer siap menyediakan kebutuhan pupuk sesuai permintaan petani. Mau beli satu kuintal, pengecer siap menyediakan. Sekarang ini, jatah pupuk harus dibagi-bagi supaya semua kebagian. Risikonya kalau beli 100 kilogram, dapatnya paling 85 kilogram saja,” ujar Lestari, penjual pupuk di kios Sugeng Tani, Pemalang.
Isu pertanian khususnya ketersediaan pupuk, juga jadi perhatian kedua calon gubernur Jateng, Ganjar Pranowo dan Sudirman Said. Dalam kampanye di Pemalang, Senin kemarin, calon gubernur petahana Ganjar Pranowo menyatakan, kesulitan pupuk bukan karena pelaksanaan program kartu tani, melainkan kurangnya suplai dari pihak pabrik. Penurunan mulai dari 43 persen-90 persen untuk setiap jenis. Meski begitu, untuk musim tanam 2019, Kementerian Pertanian berjanji memberikan alokasi pupuk sesuai RDKK.
Dalam kampanye di Wonosobo, calon gubernur Sudirman Said juga menegaskan, kelangkaan pupuk tidak boleh dialami petani. "Ada petani kentang di Dieng yang kebutuhan pupuknya tiga kuintal, tetapi hanya diberi jatah dua kilogram. Angka itu sangat ekstrem, sehingga persoalan seperti ini harus diselesaikan, melalui program tani mandiri," jelasnya.