BANDUNG, KOMPAS — Kesan debat publik dalam pilkada umumnya yang penuh ketegangan, bahkan di antara para pasangan calon dapat saling menyerang, menyudutkan, atau menghujat satu sama lain. Kesan seperti itu tak tampak dalam acara Debat Publik Pertama pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2018 di Gedung Sasana Budaya Ganesa, Kota Bandung, Jabar, Senin (12/3), pukul 19.30.
Semua pasangan calon hadir, yakni Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum, Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan, Sudrajat-Ahmad Syaikhu, serta Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Dalam debat yang terdiri atas enam sesi yang dimoderatori oleh Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosianna Silalahi itu, walaupun diisi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tergolong berat terkait permasalahan pembangunan di bidang politik, ekonomi, hukum, dan pemerintahan daerah—yang disusun 18 guru besar dan dosen dari sembilan perguruan tinggi negeri dan swasta di Jabar itu—suasana debat terasa ringan karena di antara pasangan calon sesekali melontarkan humor, juga gaya yang mengundang tawa.
Salah satu peserta yang kerap menimbulkan tawa adalah mantan Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Anton Charliyan.
Salah satunya ketika memasuki sesi II, saat Rosianna melontarkan pertanyaan terkait permasalahan korupsi di Tanah Air yang masih marak sampai saat ini.
Anton memaparkan, dalam upaya pemberantasan korupsi di lingkungan birokrasi, tetap diperlukan pendampingan dan pengawasan.
Anton menawarkan, jika terpilih, pihaknya akan membangun aplikasi Molotot.com yang terkoneksi dengan instansi penegak hukum.
Lewat aplikasi tersebut, kinerja pemerintah daerah dan pelayanan publik dapat diawasi oleh masyarakat. Apabila masyarakat menemukan praktik koruptif yang dilakukan aparatur sipil negara (ASN), hal itu dapat dilaporkan lewat aplikasi itu.
”Pendampingan dan pengawasan tetap diperlukan, seperti lewat aplikasi Molotot.com, karena di jajaran SKPD (satuan kerja perangkat daerah) juga sering kali ’kadarkum’, kadang sadar kadang kumat,” ujar Charliyan yang disambut tawa hadirin.
Charliyan juga menunjukkan gaya yang kocak ketika dirinya bersama Hasanuddin mendapat kesempatan mempersembahkan atraksi seni dan pasangan ini menampilkan pencak silat.
Ketika Hasanuddin sudah menutup atraksi, Charliyan secara spontan meminta iring-iringan musik gendang melanjutkan alunannya. Charliyan pun memperagakan lompatan-lompatan yang kembali mengundang tawa, bahkan kali ini hadirin sampai terbahak-bahak.
Suasana Gedung Sabuga kembali diwarnai tawa ketika Ahmad Syaikhu melontarkan pertanyaan ringan, yang mempertanyakan Dedi Mulyadi, mengapa di wilayah Kabupaten Purwakarta pohon-pohon di tengah kota dibalut dengan kain bermeter-meter.
Dedi menjawab, pohon yang dibalut kain itu salah satu upaya untuk melindungi pohon dari tindakan perusakan, seperti memaku pepohonan untuk kepentingan bisnis.
”Ini juga sebagai bentuk memuliakan pohon yang bisa menyerap air, menghasilkan oksigen yang berguna untuk kehidupan. Derajat pohon juga lebih tinggi dibandingkan dengan manusia yang suka merusak atau menebang pohon untuk kepentingan ekonomi,” tutur Dedi.
Penjelasan Dedi itu ditanggapi oleh Syaikhu. ”Ini ironis kalau pohon-pohon diberi kain, padahal masih banyak masyarakat, kalangan anak-anak, yang tidak mempunyai kain,” ujar Syaikhu yang kembali mengundang tawa hadirin.
Suasana debat yang tadinya serius juga pecah dengan tawa saat Ridwan Kamil menjawab pertanyaan moderator terkait problem otonomi daerah, ketika antara gubernur dengan wali kota dan bupati cenderung kurang bisa berkolaborasi, bahkan para wali kota dan bupati juga beranggapan tidak perlu berkoordinasi dengan gubernur.
”Cara baru perlu dilakukan dengan pendekatan nonformal, jangan hanya dengan rapat-rapat yang formal. Misalnya, dengan membuat grup WA (Whatsapp). Gubernur bisa menyapa wali kota dan bupati di pagi hari. Bagi wali kota dan bupati yang patuh, bantuan dari gubernur bisa ditingkatkan, tapi bagi yang tidak mau menurut, pada tahun berikutnya pos bantuan gubernur tinggal dikurangi saja untuk mereka,” ujar Ridwan santai, yang diiringi tawa hadirin.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Jabar Yayat Hidayat mengatakan, debat kali ini diharapkan memang tidak menegangkan. Oleh karena itu, di sela debat juga ditampilkan acara hiburan dari para pasangan calon yang mempersembahkan atraksi seni.
”Jadi, jangan debat ini sampai kening berkerut, biarlah hati tetap sukacita, dan masyarakat dapat menyaksikan debat dengan riang gembira. Lewat debat, masyarakat dapat mengetahui kebijakan pembangunan yang akan diterapkan oleh masing-masing pasangan calon, dan masyarakat dapat menjatuhkan pilihannya pada 27 Juni nanti di tempat pemungutan suara,” tutur Yayat.
Menurut Yayat, ajang ini, yang disiarkan secara langsung oleh Kompas TV, supaya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para pasangan calon karena daya jangkaunya yang luas, meliputi seluruh wilayah Jabar, Indonesia, bahkan dunia.