Pengrajin Asesoris Cendana di Kupang Kesulitan Bahan Baku
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS- Para pengrajin asesoris dari cendana di Kota Kupang kesulitan bahan baku kayu cendana. Stok bahan baku cendana dari Timor sudah menipis. Harga kayu cendana pun terus meningkat. Mereka hanya bertahan membuat jenis asesoris pesanan konsumen. Usaha minyak cendana, hampir tidak beroperasi lagi karena keterbatasan bahan baku.
Direktur CV Le Hari (hari baik) Dominggus He di Kupang, Selasa (13/3) mengatakan, melakukan usaha rumahan dengan bahan baku kayu cendana sejak 1992. Saat itu kayu cendana mudah ditemukan. Ia bahkan cenderung mengirim potongan kayu cendana ke luar daerah sampai 5 ton per tahun sampai tahun 1996.
“Ketika itu, selain mengirim kayu cendana juga membuat asesoris dari limbah kayu . Saya buat salib, rosario, tasbih, asbak rokok, kipas tangan, dan gantungan kunci dari cendana. Tetapi sejak terjadi kasus, yakni penebangan cendana secara besar-besaran oleh masyarakat tahun 1996-2006, pohon cendana makin langka di temukan di NTT. Beberapa pabrik cendana pun terpaksa ditutup,”kata He.
He pun kesulitan mendapatkan bahan baku cendana. Memperoleh limbah cendana saja sulit. He memutuskan, mengolah beberapa jenis asesoris yang sering dipesan konsumen, yakni tasbih dan rosario. Dua jenis asesoris ini cuma butuh potongan-potongan kayu, termasuk akar cendana. Jenis asesoris lain seperti salib, asbak, dan kipas tangan butuh potongan kayu cendana lebih dari 10 cm.
Ia mengaku, tahun 2000 – 2010 masih mengirim tasbih ke Makassar 30.000- 50.000 untas per bulan, dengan harga per tasbih Rp 80.000. Sementara rosario di kirim ke daratan Flores 50.000- 100.000 untas setiap bulan, dengan harga Rp 85.000 per untas rosario. Saat itu ia mempekerjakan 50 karyawan, dan 10 unit mesin gurinda.
Tetapi perlahan-lahan usaha itu mulai lesu. Ia makin sulit mendapatkan bahan baku kayu cendana. Kalau ada pun dijual dengan harga sampai Rp 1,5 juta per kg untuk jenis kayu bulat panjang, yang sebelumnya hanya dijual dengan harga Rp 200.000 per kg - Rp 300.000 per kg. Sementara potongan-potongan kayu dijual dengan harga Rp 500.000-Rp 700.000 per kg, sebelumnya hanya sampai Rp 300.000 per kg.
Produksi tasbih dan rosario tergantung dari kayu yang diperoleh. Saat ini ia hanya memproduksi 1.000 - 3.000 tasbih dan 500 – 2.000 rosario. Jumlah ini tergantung permintaan konsumen, dan sesuai stok bahan baku cendana.
Kadang cabang dan ranting cendana yang bisa dibuat biji-biji tasbih atau rosario pun tetap ia beli dari masyarakat. Tetapi di pihak lain, kayu cendana dengan kwalitas seperti itu, tidak menghasilkan jenis tasbih (rosario) yang berkwalitas pula.
Maksi Taon (38) mengusaha minyak cendana mengatakan, memeroses minyak cendana tergantung stok kayu. Sejak 5 tahun terakhir ini makin sulit mendapatkan cendana yang bagus. Ia membutuhkan kayu cendana yang ditebang kurang dari satu bulan. Jika kayu itu ditebang lebih dari satu bulan, sulit mendapatkan minyak cendana. Jika tidak ada batang kayu, ia beralih ke pekerjaan lain seperti nelayan, tukang ojek, atau jual pakaian keliling.
Penjualan minyak cendana cukup mahal karena itu ia tetap bertahan. Satu mili liter (ml) minyak dijual Rp 500.000. Biasanya 5 kg kayu cendana menghasilkan 2-3 ml minyak.
“Tetapi sudah hampir enam bulan ini saya tidak mendapatkan cendana, dan tidak memeroses minyak cendana. Pelanggan dari Soe dan Kefamananu, yang selama ini biasa mengirim cendana mengatakan, sulit mendapatkan cendana di hutan-hutan, kecuali cendana peliharaan warga. Cendana peliharaan dijual dengan harga sampai Rp 150 juta per pohon, berusia di atas 25 tahun. Padahal, sesuai ketentuan cendana mengeluarkan wangi yang bagus pada usia lebih dari 30 tahun,” kata Taon.