BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Dewan Riset Nasional mengusulkan agar pusat riset lada didirikan di Lampung. Sebagai penghasil lada hitam di Indonesia, Lampung diharapkan menjadi daerah yang memelopori riset dan pemanfaatan lada secara optimal.
Hal itu mengemuka dalam diskusi terpumpun bertajuk ”Revitalisasi Komoditas Lada di Provinsi Lampung”, Senin (12/3), di Universitas Lampung.
Ketua Dewan Riset Nasional Bambang Setiadi mengatakan, saat ini, Indonesia belum memiliki pusat riset lada. Padahal, tanaman rempah itu menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan yang membuat Indonesia dikenal di mata dunia.
Tanpa lembaga riset, koordinasi antarlembaga yang pernah melakukan penelitian lada sulit dilakukan. Implementasi hasil riset juga belum optimal. ”Untuk mengembalikan kejayaan lada, diperlukan pusat riset lada di Lampung. Kenapa di Lampung? Sebab, iklim dan kondisi tanah di daerah ini sangat cocok untuk pengembangan lada. Lampung juga sudah dikenal dengan lada hitam sebagai komoditas unggulannya,” kata Bambang.
Menurut dia, Universitas Lampung sebagai perguruan tinggi negeri perlu merintis pendirian pusat riset lada. Sebagai kampus yang telah memiliki fakultas pertanian, guru besar di Universitas Lampung diharapkan dapat melakukan riset tentang budidaya hingga pengolahan pascapanen lada secara berkelanjutan.
Bambang menambahkan, lada tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, tetapi juga bahan baku pembuatan parfum, masker, dan obat-obatan. Ini menunjukkan, lada juga bermanfaat bagi industri.
Ironisnya, saat ini, produksi lada Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Vietnam, negara yang pernah belajar budidaya lada di Tanah Air. Data Kementerian Perdagangan, tahun 2014, Vietnam menjadi negara penghasil lada terbesar dengan produksi 163.000 ton. Indonesia berada di peringkat kedua dengan produksi sekitar 88.700 ton. ”Tanpa pusat riset lada, produksi lada di Indonesia dikhawatirkan terus merosot,” katanya.
Ketua Dewan Rempah Indonesia Wilayah Lampung Untung menyebutkan, ada sejumlah permasalahan terkait budidaya lada yang mendesak diselesaikan. Selain merosotnya produksi, petani yang tertarik menanam lada makin berkurang, pengolahan pascapanen minim, dan tidak ada jaminan harga lada. Minimnya perhatian terhadap komoditas lada membuat sejumlah varietas unggulan lada di Lampung punah.
Tahun 2016, luas kebun lada di Lampung mencapai 46.054 hektar dengan produksi lada hitam 14.854 ton. Kondisi ini turun dari tahun 2012 yang luasnya mencapai 62.000 hektar dan produksi lebih dari 20.000 ton.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Lampung Dessy Desmaniar Romas menuturkan, pemerintah daerah berkomitmen mengembalikan kejayaan lada hitam di Lampung. Tahun 2018, pemerintah setempat memulai program revitalisasi 200 hektar kebun lada di Kabupaten Lampung Timur dan merancang pembangunan kampung lada di Lampung Timur.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung Wan Abbas Zakaria menilai, pemerintah perlu menyiapkan peraturan daerah yang mendukung pengembalian kejayaan lada hitam Lampung. Aturan itu diyakini bisa mendorong komitmen yang lebih kuat.
Rektor Universitas Lampung yang juga Ketua Dewan Riset Daerah Lampung, Hasriadi Mat Akin, berjanji akan melakukan kajian akademis upaya mengembangkan lada hitam Lampung, termasuk usulan pendirian pusat riset lada. (VIO)