KUTACANE, KOMPAS — Rehabilitasi zona inti Taman Nasional Gunung Leuser di Desa Alur Baning, Babur Rahmah, Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, mulai berjalan. Pada tahap awal, lahan yang direhabilitasi mencapai 1.800 hektar dari 30.000 hektar yang rusak, dengan menanami pohon ekonomis.
Berdasarkan pantauan Kompas di TNGL di Alur Baning, pada Minggu dan Senin (11-12/3), petani mulai menanam pohon kehutanan, seperti kemiri, durian, pete, durian, dan jengkol. Selain pohon kehutanan, petani tetap menanam jagung sebagai sumber ekonomi sambil menanti pohon kehutanan berbuah.
Setidaknya 30.000 hektar lahan TNGL di Aceh Tenggara rusak karena perambahan. Warga membuka lahan guna ditanami jagung, kemiri, kakao, dan kelapa sawit. Mereka berdalih, perlu lahan untuk bertani.
Pada September 2017, perwakilan petani, Pemkab Aceh Tenggara, Balai Besar TNGL, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Forum Konservasi Leuser bersepakat merehabilitasi lahan yang rusak itu. Warga diberi hak mengelola lahan di kawasan, tetapi fungsi hutan harus dikembalikan.
Seorang petani Desa Alur Baning, Zulkarnen (32), saat ditemui di kawasan rehabilitasi mengatakan, dia telah menanam pohon kehutanan di lahan seluas satu hektar. Lahan dalam kawasan TNGL dibuka pada 2006 dan ditanami jagung dan kakao.
Namun, sejak Februari 2018, Zulkarnen mulai menanam durian, kemiri, dan pete. Bibit tanaman kehutanan itu diberikan cuma-cuma oleh Forum Konservasi Leuser (FKL). Pada tahap awal, FKL menyediakan 25.000 bibit pohon kehutanan.
Ayah tiga anak itu mendukung upaya pemulihan kawasan TNGL dengan menanam pohon kehutanan. Namun, ia berharap setelah pohon kehutanan itu menghasilkan, pemerintah tidak mengusir petani dari kawasan. ”Yang penting saya bisa berkebun di sini (dalam kawasan). Soalnya kalau di desa saya tidak punya lahan. Hanya ini tempat saya mencari nafkah,” katanya.
Hasyimi, supervisor FKL untuk rehabilitasi Alur Baning, mengatakan, lahan 1.800 hektar itu ditargetkan rampung ditanami pohon kehutanan akhir 2018. Kini, sudah ditanam 5.500 pohon di lahan seluas 55 hektar.
Petani diajak membentuk kelompok agar pendataan lebih mudah. Saat ini sudah ada tujuh kelompok tani dengan anggota 113 orang yang ikut menanam.
Kepala Balai TNGL Misran menambahkan, pengelolaan lahan di dalam taman nasional tidak mengubah status kawasan karena warga hanya memiliki hak mengelola. ”Konsep kemitraan ini sebagai upaya menyelamatkan hutan dan memperbaiki ekonomi warga di sekitar kawasan,” kata Misran. (AIN)