TNI Razia Gabah karena Gudang Perum Bulog Nyaris Kosong
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAROS, KOMPAS — Razia gabah sebanyak 140 ton yang dilakukan aparat TNI Kodim 1422 Maros akibat minimnya serapan Perum Bulog. Hasil panen umumnya dibeli pedagang dari luar Kabupaten Maros yang kemudian diantarpulaukan ke luar Sulsel. Selisih harga pembelian Bulog dan tengkulak membuat petani lebih sering melepas hasil panen kepada tengkulak.
Pantauan di gudang Perum Bulog Batangase, Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (15/3), menunjukkan, dari empat unit gudang di kawasan ini, hanya satu yang terisi. Itu pun baru sekitar 50 ton beras, padahal target pengadaan Perum Bulog di Maros tahun ini sebanyak 6.968 ton beras. Setiap unit gudang di Batangase berkapasitas 1.000-2.000 ton.
Kepala Gudang Perum Bulog Batangase Suwoto mengatakan, pihaknya hanya menyerap dan mendistribusikan gabah. ”Soal harga, kami mengikuti Inpres Nomor 5 Ttahun 2015 yang menetapkan harga gabah kering panen Rp 3.700 per kilogram (kg). Pedagang membeli ke petani hingga Rp 4.900 per kg gabah kering panen. Selisih harganya banyak, jadi petani biasanya memilih menjual kepada pedagang,” ujarnya, Kamis.
Sebelumnya, pada Rabu (14/3), aparat Kodim 1422 Maros merazia 140 ton gabah yang dibeli tengkulak dari petani. Gabah ini awalnya akan dibawa ke Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulsel, oleh pedagang yang juga membeli dari tengkulak. Sebanyak enam truk yang memuat gabah ini akhirnya diarahkan kepada mitra Perum Bulog agar dibeli untuk membantu serapan Perum Bulog.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin Kolonel (Inf) Alamsyah mengatakan, apa yang dilakukan aparat Kodim di Maros adalah bagian dari program Sergap, yakni Serap Gabah Petani. ”Memang ada kerja sama TNI dengan Bulog untuk membantu penyerapan ke gudang-gudang Bulog. Lagi pula, beras-beras ini banyak yang diantarpulaukan ke luar Sulsel, sementara gudang Perum Bulog nyaris kosong,” katanya.
Saat ini, panen sedang berlangsung di wilayah Maros. Daerah ini adalah salah satu sentra beras yang juga turut menyuplai gudang Bulog di Maros dan Makassar. Panen mulai berlangsung sejak akhir Februari lalu. Umumnya sawah di Maros menggunakan pengairan irigasi, sebagian lagi merupakan sawah tadah hujan dengan panen antara dua dan tiga kali setahun.
Sejumlah petani mengaku menjual hasil panen kepada tengkulak karena harganya lebih tinggi daripada harga pembelian mitra Bulog. ”Kalau jual kepada pedagang, harga yang saya terima Rp 4.500 per kg untuk gabah kering panen. Mereka juga langsung mengambil di sawah dan bayar di tempat. Makanya, kami petani lebih sering jual kepada pedagang. Kalau harga Perum Bulog jauh dari harga pedagang,” kata Suwardi (43), petani di Desa Bonto Tallasa, Kecamatan Simbang, Maros.
Jika tengkulak membeli dari petani Rp 4.500 per kg, biasanya gabah dijual kepada pedagang hingga Rp 4.700 per kg. Dari pedagang itu, beras dijual lagi kepada pedagang lebih besar, yang juga membawanya ke luar Sulsel, dengan harga bisa mencapai Rp 4.900 per kg.