Polda Jabar Gagalkan Lagi Upaya Penjualan Benur di Cianjur
BANDUNG, KOMPAS -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Barat kembali menggagalkan upaya penjualan benur, anak lobster sebanyak 17.000 ekor di Desa Kertajadi, Kecamatan Cidaun, Cianjur.
Dalam kasus ini. polisi telah menangkap Ruhyat (49), warga Desa Cidamar, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Jabar, Sabtu (17/3) pekan lalu.
Tersangka diciduk di rumah di kawasan Kertajadi, yang diduga rumah tersebut dijadikan sebagai gudang penampungan sementara benur. Saat penggerebekan di rumah tersebut polisi menemukan 17.000 benur jenis pasir dan jenis mutiara yang sudah dikemas ke dalam 58 kantong plastik yang sudah diberi oksigen. Benur itu sudah siap untuk dijual.
Sebelumnya, pihak Direktorat Polisi Air dan Udara (Polairud) Polda Jabar juga telah menggagalkan rencana penjualan 11.390 benur di Desa Jayanti, Kecamatan Cidaun, Cianjur, tanggal 7 Maret. Direncanakan benur tersebut akan dibawa ke Desa Muara, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten.
Pada 15 Desember 2017, jajaran Polda Jabar juga telah menggagalkan penjualan benur, yaitu sebanyak 1.971 ekor di Kampung Cikole, Desa Sukapura, Kecamatan Cidaun, Cianjur.
“Kasus kali ini kembali terjadi di Cianjur. Tersangka R (Ruhyat) perannya sebagai pengepul kecil. Kami akan terus melakukan pengawasan, kontrol, dan penegakan hukum dalam kasus ini. Diperkirakan jumlah pelaku atau pengepul benur cukup banyak, tidak hanya di Cianjur, melainkan juga di wilayah lainnya di Jabar, di antaranya Palabuhan Ratu, Garut, juga Pangandaran,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar Komisaris Besar Samudi ketika mengekspos kasus ini di Bandung, Senin (19/3).
Pemerintah Indonesia melarang jual beli benur, hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang telah diubah dalam UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 56 Tahun 2016 diatur, pengeluaran lobster (Panulirus spp) dari wilayah Indonesia hanya dapat dilakukan tidak dalam kondisi bertelur, dan ukuran panjang di atas 8 sentimeter (cm) atau berat di atas 200 gram (gr) per ekor.
Samudi menargetkan dari pengembangan kasus ini dapat menangkap pengepul besar atau modalnya. Pemodal yang dimaksud adalah selaku pihak penampung akhir, juga yang mengekspor benur yang dibelinya dari para pengepul kecil. Para pengepul kecil membeli benur dari tangan nelayan melalui koordinator nelayan di lapangan.
Modus operandi yang dilakukan oleh tersangka Ruhyat, benur dikumpulkan dari para nelayan, yang selanjutnya dikemas dalam bungkus plastik dengan diberi oksigen untuk dijual kepada pengepul besar demi memperoleh keuntungan.
Tersangka Ruhyat yang juga sehari-hari bekerja sebagai nelayan itu dalam kegiatan usahanya ini tidak mempunyai Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).
Dari nelayan, benur jenis pasir dibeli oleh Ruhyat seharga Rp 12.000 per ekor, dan benur jenis mutiara seharga Rp 40.000 per ekor.
Ruhyat kemudian akan menjual benur pasir itu kepada pengepul besar atau pemodal seharga Rp 13.000 per ekor, dan untuk benur jenis mutiara dijualnya antara Rp 45.000 per ekor – Rp 50.000 per ekor.
Dalam interogasi, Ruhyat mengaku, belasan ribu benur tersebut hendak dijual kepada seseorang bernama D di Bogor. Direncanakan benur itu akan dijemput oleh tangan kanan D di kawasan Cisarua, Bogor. Diperkirakan benur tersebut selanjutnya akan diekspor ke Singapura dan Vietnam.
Apabila 17.000 ekor benur itu berhasil dijual oleh Ruhyat kepada D, dengan asumsi jumlah benur jenis pasir 25 persen dan benur jenis mutiara 75 persen, kemudian laba Rp 1000 per ekor untuk benur pasir, dan Rp 10.000 benur jenis mutiara, diperkirakan Ruhyat akan memperoleh keuntungan sekitar Rp 131 juta.
Ruhyat juga mengungkapkan, dirinya baru melakukan jual beli benur tiga bulan terakhir. Rata-rata Ruhyat dapat menjual benur seminggu 1-2 kali, dan sekali jual berkisar 10.000 ekor – 15.000 ekor.
“Saya lakukan ini untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau untuk anak dan istri. Benur juga harganya lebih bagus dibandingkan dengan ikan,” ujar Ruhyat.
Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Bandung, Dedy Arief Hendriyanto menuturkan, dari benur sejumlah 17.000 ekor itu jika sampai terjual berpotensi menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 2,9 miliar.
“Benur mutiara oleh pengepul besar yang diekspor harganya bisa mencapai Rp 175.000 per ekor,” ucap Dedy.
Menurut Dedy, sebenarnya nelayan sangat rugi jika menjual benur karena kalau yang dijual itu lobster mutiara yang dewasa, dengan ukuran di atas 200 gram, harganya jauh lebih bagus karena mencapai Rp 1,5 juta per kilogram.
Dedy juga menyinggung, sebanyak 17.000 ekor benur itu secepatnya akan dikembalikan ke habitatnya, dan direncanakan akan dilepas di kawasan perairan Pangandaran, Jabar.