AMBON, KOMPAS — Tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Maluku mengungkap jaringan peredaran batu sinabar dari Maluku ke Sulawesi Selatan melalui jalur laut. Dalam tahun ini, telah terjadi dua kali pengiriman, masing-masing seberat 3 ton. Di salah satu kabupaten di Sulsel, batu sinabar itu diolah menjadi merkuri.
Terungkapnya jaringan ini setelah polisi membekuk tujuh orang yang mengangkut 3 ton batu sinabar dari Pulau Seram ke Pulau Suanggi di Kabupaten Seram Bagian Barat, Senin (19/3). Di Pulau Suanggi, pelaku menanti kapal yang akan mengangkut batu sinabar ke Sulsel.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Komisaris Besar Gupuh Setiyono, dalam keterangan pers di Ambon, Selasa (20/3), menuturkan, terjadi pengejaran pelaku oleh polisi di tengah laut. Tak mengindahkan peringatan aparat, perahu motor yang ditumpangi pelaku akhirnya ditembak hingga kemudian berhenti.
Tak ada korban dalam peristiwa itu. Barang bukti dan tujuh orang itu kemudian digiring ke Polda Maluku. ”Dari pengakuan RS sebagai pemilik barang itu, dia sudah dua kali lolos. Pengiriman pada Januari dan Februari melalui Pulau Suanggi. Mereka biasanya keluar dari Seram pada dini hari dan menunggu saat gelombang tinggi. Ini cara mereka agar tidak terdeteksi aparat,” kata Gupuh.
Menurut Gupuh, pengiriman batu sinabar ke Sulsel adalah rute terbaru yang ditempuh penyelundup lantaran rute sebelumnya melalui Pulau Ambon sudah sering digagalkan aparat. Saat ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan penyidik di Polda Sulsel terkait jalur pengiriman dan tempat pengolahan sinabar menjadi merkuri.
Batu sinabar yang diangkut adalah sisa hasil penambangan di Gunung Tembaga, perbatasan antara Desa Iha dan Desa Luhu, di Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat. Pada Desember 2017, lokasi tambang yang mulai dirambah sejak Januari 2013 itu resmi ditutup. Lokasi ini merupakan tambang sinabar terbesar di Indonesia.
Batu sinabar merupakan bahan dasar untuk menghasilkan merkuri. Merkuri biasanya dipakai untuk pengolahan bijih emas di lokasi tambang emas liar. Dari pengakuan RS, batu sinabar dibeli seharga Rp 90.000 per kilogram dan akan dijual kembali seharga Rp 500.000 per kg. Ditutupnya lokasi tambang membuat sinabar semakin langka sehingga harganya semakin tinggi.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Mohamad Rum Ohoirat menambahkan, diduga masih banyak sinabar yang ditampung warga di sekitar kawasan Gunung Tembaga. Polisi terus menyelidiki lokasi penimbunan itu dan sewaktu-waktu akan melakukan penggerebekan seperti beberapa waktu lalu.
”Tambang itu, kan, sudah ditutup tahun lalu, tetapi masih banyak warga yang menyimpan batu sinabar. Pengawasan di pintu masuk-keluar perahu motor diperketat,” ujar Rum.
Sinabar dari Pulau Seram juga banyak digunakan untuk memproduksi merkuri di daerah itu. Merkuri kemudian dibawa ke Pulau Buru untuk digunakan petambang di Gunung Botak, lokasi tambang emas liar yang beroperasi sejak tahun 2011. Pengiriman merkuri ke Buru dikemas dalam jumlah kecil. (FRN)