SEMARANG, KOMPAS — Kepolisian Daerah Jawa Tengah menangkap satu orang yang diduga menyebarkan isu provokatif sehingga menimbulkan keresahan. Masyarakat diminta waspada dan bijak dalam menerima informasi.
Kasus itu berawal dari aksi pencurian dengan kekerasan dan atau penganiayaan di Kabupaten Kendal, Jateng, pada 17 Maret lalu. SY (34), pengamen jalanan, mencoba mencuri tas Agus (37). Ia juga menganiaya Agus dan mertuanya, Ahmad Zainuri (57), yang merupakan ulama di daerahnya.
Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Condro Kirono, di sela-sela serah terima jabatan Wakil Kepala Polda Jateng di Markas Polda Jateng, Kota Semarang, Rabu (21/3), mengatakan, pihaknya memproses tindakan kriminal yang dilakukan SY.
Condro menegaskan, aksi yang dilakukan SY merupakan tindak kriminal karena dianggap melanggar pasal pencurian dengan kekerasan dan penganiayaan.
”Namun, kami tak berhenti di situ. Polri dan Polda Jateng juga mendalami apakah ada keterkaitan dengan penganiayaan (ulama) di daerah-daerah lain,” ucapnya.
Menurut Condro, ada pihak-pihak yang memanfaatkan hal tersebut dengan mengunggah foto korban di grup Whatsapp dan Facebook. Salah satunya ialah T (34) yang mengunggah foto dengan tulisan yang mengaitkan aksi SY dengan kebangkitan partai terlarang di Indonesia. Padahal, sejauh ini, tak ada indikasi SY anggota partai terlarang.
Adapun T ditangkap di Bekasi, Jawa Barat. ”Pelaku atas nama T, warga Jakarta Barat. Setelah kami telusuri di FB (Facebook), ini ada kaitannya dengan MCA (Muslim Cyber Army) yang punya lebih dari 100.000 pengikut. Kami tangkap dan menjadikannya tersangka karena kalau tidak, akan meresahkan masyarakat,” ujar Condro.
Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas Nusantara Polri Inspektur Jenderal Gatot Edi Pramono mengatakan, sebagian besar kejadian kekerasan yang diviralkan di media sosial ternyata tidak nyata (Kompas, 6 Maret 2018).
Selama Februari 2018, pihak kepolisian mencatat 45 peristiwa penyerangan terhadap ulama atau pengurus masjid yang menjadi viral di media sosial. Dari ke-45 kejadian itu, hanya ada tiga yang benar-benar terjadi. Pelaku penyebaran hoaks itu diduga kelompok Muslim Cyber Army dan Saracen.
”Kami mendalami siapa aktor di darat (lapangan) dan udara (dunia maya). Di darat, kami belum melihat benang merah atau koneksi antarperistiwa. Di udara, ada satu koneksi,” kata Gatot.