Pencemaran Perburuk Kualitas Air Tujuh Sungai di Jawa Timur
Oleh
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Tujuh wilayah sungai di Jatim terus tercemar. Indeks kualitas air yang sudah amat kurang yakni 52,51 masih turun ke 50,75. Pemprov Jatim dipandang belum menempuh terobosan untuk mencegah atau mengurangi pencemaran air.
Tujuh wilayah sungai di Jatim ialah Brantas, Bengawan Solo, Bendoyudo, Sampeyan, Bajulmati, Madura, dan Welang Rejoso. Daerah Aliran Sungai Brantas terluas dengan 13.880 Km per segi daerah tangkapan yang melintasi 17 kabupaten/kota. Itu hampir separuh wilayah Jatim yang terdiri dari 38 kabupaten/kota.
Dengan menjadi yang terluas, penghuni DAS Brantas terbanyak yakni 19 juta jiwa atau hampir separuh dari populasi Jatim yang 39 juta jiwa. Beban pencemaran tertinggi. IKA di Brantas saat ini 47,68 atau jauh di bawah kondisi rata-rata Jatim yang 50,75. Sebelumnya, IKA di Brantas cuma 49,17. Itu membuktikan pencemaran tidak dicegah.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jatim Tri Jambore Christanto saat peringatan Hari Air, Kamis (22/3), mengungkapkan, IKA yang amat buruk juga dialami Bengawan Solo yang hanya 48,75. Padahal, Brantas dan Bengawan Solo merupakan sungai strategis nasional. Rendahnya IKA di kedua sungai itu mencerminkan tidak ada perhatian dan penanganan serius untuk DAS yang menyangga kawasan pertanian di Jatim sebagai lumbung pangan nasional.
Jambore yang akrab disapa dengan Rere menambahkan, lebih dari 800.000 hektare kawasan hutan di Jatim rusak. Kerusakan mencakup 250.638 hektare hutan di DAS Brantas, 286.102,12 hektare di DAS Sampean, dan 270.296,79 hektar di DAS Bengawan Solo. Di Jatim ada 1.004 industri skala besar yang dianggap menjadi agen pencemar.
Sebanyak 483 industri di antaranya atau 48,1 persen ada di sepanjang DAS Brantas. Pemprov Jatim telah mengeluarkan 69 peraturan yang mengancam kelestarian ekologi dan belum menyentuh lebih dari 150 kasus konflik sosial ekologi yang muncul dua tahun terakhir.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basar (Ecoton) Prigi Arisandi menambahkan, dua tahun terakhir telah muncul hampir 150 lokasi pembuangan limbah B3 di Jatim. Sejumlah kasus pembuangan limbah B3 terjadi di Surabaya, Mojokertp, Jombang, Sidoarjo, dan Gresik. “Sudah diadukan ke Gubernur Jatim, Polda Jatim, dan Menteri LHK tetapi tidak ada respon,” katanya.
Terkait air dan Brantas, Gubernur Jatim Soekarwo menghadapi gugatan warga negara karena membiarkan dan lalai dalam pengelolaan sampah popok sekali pakai. Soekarwo dianggap gagal mencegah rakyat tidak membuang sampah ke Brantas terutama popok sekali pakai yang terbuat dari bahan kimia. Popok amat sulit terurai dan sifat kimiawi dalam air membuatnya mengeluarkan senyawa beracun dan berbahaya bagi organisme sungai dan pengonsumsinya terutama manusia.
Kepala Dinas LH Jatim Dyah Susilowati mengakui, IKA di sungai-sungai buruk. Itu dilihat dari kebutuhan oksigen hayati (BOD) yang 87,4 persen. Rerata konsentrasi bakteri patogen penghasil racun Escherichia coli 49 persen, E coli tinja 55,9 persen, chemical oxygen demand (COD) 7,2 persen, dan padatan tersuspensi total (TSS) 65 persen yang melebihi ambang batas baku mutu kualitas air sungai kelas II.
Menurut Dyah, Pemprov Jatim menempuh sejumlah upaya untuk memperbaiki IKA terutama di DAS Brantas. Sedang dibangun sistem pemantauan IKA terintegrasi dan bisa diakses dalam jaringan internet. Perum Jasa Tirta sebagai pengelola Sungai Brantas telah memiliki 20 stasiun pemantau IKA yang akan diintegrasikan dalam sistem Pemprov Jatim.
“Tahun ini kami membangun dua stasiun pemantau IKA di Sungai Bengawan Solo,” katanya. Dananya Rp 550 juta untuk peralatan dan Rp 200 juta untuk sistem dan aplikasi daring.
Pemprov Jatim juga melanjutkan program Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan, pemberian penghargaan Adiwiyata, dan perlindungan mata air (permata) di desa-desa di Brantas. Selain itu, memberikan bantuan bibit tanaman untuk penghijauan dan pemulihan kawasan sempadan Brantas yang rusak.
“Kami terus mengupayakan 200 meter dari radius sungai banyak dibudidayakan tanaman produktif,” kata Dyah.