PANGANDARAN, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Pangandaran berharap jalur kereta api Banjar-Cijulang yang berhenti dioperasikan pada 1982 dapat diaktifkan kembali. Reaktivasi jalur sepanjang 82,2 kilometer itu diyakini akan mendongkrak sektor pariwisata di daerah yang terletak di selatan Jawa Barat itu.
”Reaktivasi jalur akan menambah pilihan akses ke Pangandaran. Alhasil, lokasi wisata lebih mudah dijangkau sehingga memberikan dampak ekonomi kepada pemerintah daerah dan masyarakat setempat,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Pangandaran Mahmud dalam Napak Tilas Jalur Kereta Api Nonaktif Banjar-Pangandaran-Cijulang yang diadakan PT Kereta Api Indonesia (Persero), Rabu (21/3).
Mahmud mengatakan, sebagian besar wisatawan saat ini datang ke Pangandaran melalui jalan raya. Mereka menggunakan mobil pribadi atau bus dengan waktu tempuh sekitar 6 jam.
Hanya sebagian kecil pengunjung menggunakan kereta dari Kota Bandung ke Kota Banjar. Perjalanan dilanjutkan menggunakan bus ke Pangandaran selama sekitar 1,5 jam.
Jika jalur kereta Banjar-Cijulang diaktifkan kembali, Bandung-Pangandaran dapat ditempuh dengan waktu 4,5 jam. ”Waktu tempuh lebih cepat, biaya perjalanan juga lebih murah. Jadi, dari sisi wisata, reaktivasi jalur kereta Banjar-Cijulang sangat strategis,” ucapnya.
Selain itu, perjalanan kereta Banjar-Cijulang juga menghadirkan wisata tersendiri. Salah satunya adalah pemandangan Pantai Karangnini dari atas kereta. Di jalur ini juga ada lima jembatan besar dan empat terowongan, seperti Jembatan Cikacepit dengan panjang 290 meter, Jembatan Cipambokongan (284 meter), Terowongan Philip (281 meter), Terowongan Hendrik (105 meter), dan Terowongan Wilhelmina (1,1 kilometer) sebagai terowongan kereta terpanjang di Indonesia.
Vice President Corporate Communication PT KAI Agus Komarudin mengatakan, reaktivasi jalur kereta Banjar-Cijulang memang berpotensi mendongkrak pariwisata Pangandaran. Akan tetapi, reaktivasi jalur kereta menjadi wewenang Kementerian Perhubungan. ”Sebagai operator, PT KAI siap jika jalur Banjar-Cijulang diaktifkan kembali. Reaktivasi itu sekaligus memberdayakan kembali aset yang sudah lama tidak digunakan,” ujarnya.
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, mengatakan, reaktivasi jalur kereta tidak harus dilakukan di jalur lama. Pembangunan jalur baru dimungkinkan karena jalur yang sudah ada belum tentu sesuai dengan ukuran kereta saat ini. ”Itu perlu pembahasan lebih detail untuk menentukan memakai trase lama atau membangun trase baru,” ujarnya. (tam)