Sidang Gugatan Keterbukaan Informasi di KIP Riau Dinilai Bertele-tele
Oleh
Syahnan Rangkuti
·3 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS — Setelah delapan kali bersidang, gugatan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau yang dituding membatasi informasi kepada publik menyangkut Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Riau belum juga selesai. Persidangan Majelis Komisi Informasi Riau yang dipimpin oleh Zufra Irwan, Alnofrizal, dan Habsah Gazali di Pekanbaru, Kamis (22/3), masih memberikan kesempatan ketiga kepada DPRD Riau untuk mengajukan argumentasi terkait sikap menutup informasi kepada publik.
”Majelis KIP Riau ini terkesan bertele-tele. Hari ini, kami menerima undangan yang isinya untuk mendengarkan putusan. Namun, majelis justru sengaja memundurkan jadwal sidang lagi. Kami sangat menyayangkan. Padahal, pada agenda sidang terdahulu para pihak sudah diberi waktu untuk membuktikan argumentasinya. Jadi, tidak ada alasan untuk menunda,” kata Okto Yugo, kuasa pemohon dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), seusai persidangan, Kamis siang.
Sebaliknya, menurut Zufra Irwan, pihaknya tidak bermaksud bertele-tele. Mereka hanya memberikan kesempatan terakhir kepada pihak termohon, yaitu DPRD Riau, untuk memberikan bukti terkait keengganan membuka informasi kepada publik. Hal itu dibolehkan dan diatur dalam undang-undang.
”Badan publik memang bisa menutup informasi apabila terdapat hal-hal yang dapat dikecualikan sesuai ketentuan undang-undang. Namun, pengecualian itu mesti melewati uji konsekuensi terlebih dahulu bahwa materi yang ditutup memang mengandung kerahasiaan. Kami sudah meminta bukti uji tersebut, tetapi belum diberikan. Kali ini kami beri kesempatan ketiga atau yang terakhir kepada DPRD Riau. Jika dalam tiga hari tidak ada bukti itu, sidang pasti akan dilanjutkan untuk mendengar putusan majelis,” kata Zufra.
Dalam persidangan itu, DPRD Riau diwakili oleh Hermanto, staf Sekretariat DPRD Riau, yang baru pertama kali mengikuti sidang. Hermanto sama sekali tidak mengetahui risalah persidangan sebelumnya.
Ketika majelis meminta bukti uji konsekuensi, sesuai permintaan sidang terdahulu, yaitu kajian pasal dalam Perda RTRW Riau yang patut dirahasiakan, Hermanto tidak dapat menjawab. Dia mengaku datang ke persidangan karena diperintah atasannya. Perintahnya, dia hanya boleh menunjukkan bukti buku Perda RTRW di persidangan dan mendengarkan putusan.
”Saya diminta untuk menunjukkan kepada majelis bahwa buku Perda RTRW itu memang ada. Perintah atasan, saya hanya boleh menunjukkannya di persidangan, tetapi tidak untuk diserahkan,” kata Hermanto.
Majelis KIP Riau melakukan protes dan meminta Hermanto agar memberikan buku Rancangan Perda RTRW itu untuk dipelajari. Namun, Hermanto bergeming.
Gugatan Jikalahari bermula atas penolakan DPRD Riau memberikan Rancangan Perda RTRW Riau yang sudah disahkan oleh paripurna. DPRD Riau beralasan, Raperda RTRW masih dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Raperda itu juga belum ditetapkan sebagai perda sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan kesimpangsiuran informasi.
Sebaliknya, menurut Jikalahari, alasan DPRD Riau itu mengada-ada dan tidak sesuai dengan semangat keterbukaan informasi publik. Pasal 96 UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan, setiap rancangan peraturan perundang-undangan justru harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Aturan lain, pada Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Pemerintah 45 tahun 2017 tentang Partisipasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa perda dan kebijakan daerah yang mengatur dan membebani masyarakat memberi hak kepada warga untuk dapat mengakses rencana tata ruang, pajak daerah, retribusi daerah, perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, perizinan serta pengaturan yang memberikan sanksi kepada masyarakat.
”Masih dalam PP itu disebutkan agar masyarakat berpartisipasi. Maka, kepala daerah harus menyosialisasikan raperda dan peraturan lainnya melalui media yang mudah diakses masyarakat. Bukan malah ditutup-tutupi dengan alasan yang tidak-tidak,” kata Okto.