JAYAPURA, KOMPAS — Setidaknya 627.815 warga terancam tak bisa mengikuti pencoblosan dalam Pemilihan Gubernur Papua pada 27 Juni mendatang. Mereka belum melakukan perekaman data KTP elektronik dan tidak memiliki identitas kependudukan lain, seperti kartu keluarga.
Hal ini terungkap dari hasil penetapan daftar pemilih sementara (DPS) Pilgub Papua 2018 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua, Jumat (23/3) dini hari, di Kota Jayapura.
Pemilih potensial yang terancam tak dapat memilih itu tersebar di 27 kabupaten dan 1 kota di Papua. Jumlah itu masih dimungkinkan bertambah karena terdapat satu kabupaten, yakni Mimika, yang belum menetapkan DPS.
Jumlah pemilih potensial yang belum melakukan perekaman KTP-el terbesar terdapat di Kabupaten Jayawijaya, yakni 156.433 orang, disusul 121.560 orang di Paniai dan 66.490 orang di Kabupaten Lanny Jaya. Ketiga daerah itu berada di kawasan Pegunungan Tengah Papua.
Selain di wilayah pedalaman, terdapat pula warga di daerah perkotaan yang terancam tak bisa memilih karena tak memiliki identitas kependudukan, seperti di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Terdapat 13.160 warga Kota Jayapura yang belum melakukan perekaman KTP-el dan 24.962 orang di Kabupaten Jayapura.
Selain Pilgub Papua, warga yang tak memiliki identitas kependudukan juga terancam tak dapat berpartisipasi dalam pemilihan bupati di enam kabupaten, yakni Mamberamo Tengah, Jayawijaya, Puncak, Biak Numfor, Paniai, dan Deiyai.
Anggota KPU Papua Bidang Hukum dan Pengawasan, Tarwinto, mengatakan, terkait masalah ini, pihaknya telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran KPU di 28 kabupaten dan 1 kota untuk berkoordinasi dengan pihak dinas kependudukan dan catatan sipil (disdukcapil) setempat.
33 persen
Anggota Badan Pengawas Pemilu Provinsi Papua, Anugrah Pata, mengatakan, banyaknya warga yang belum memiliki KTP-el karena diduga banyak peralatan perekaman yang telah rusak.
Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data Dinas Sosial, Kependudukan, dan Catatan Sipil Provinsi Papua Iskandar Rahman mengakui, tingkat perekaman KTP-el masih sangat rendah, yakni 33 persen dari total warga wajib perekaman 3,2 juta orang.
"Kami akan berupaya maksimal agar warga melakukan perekaman KTP-el atau memiliki identitas kependudukan sebelum penetapan DPT dengan mendatangi langsung ke distrik (setingkat kecamatan) atau kampung," kata Iskandar.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum Kalimantan Barat mendorong pengawasan partisipatif dari masyarakat. Tujuannya, untuk menekan tingkat kerawanan dalam pemilihan kepala daerah.
Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Barat, Faisal Riza, Jumat (23/3), mengatakan, Bawaslu telah mengunjungi sejumlah kabupaten, antara lain Ketapang dan Kapuas Hulu, untuk mendorong pengawasan partisipatif dari masyarakat. Konteks kegiatan itu agar masyarakat turut terlibat dalam pengawasan. "Untuk mengawasi desa yang lokasinya jauh diperlukan keterlibatan masyarakat," kata Faisal. (FLO/ESA)