KUBU RAYA, KOMPAS — Sebanyak 32 petani dari 16 desa target restorasi gambut di Kalimantan Barat diedukasi mengenai cara membuka lahan gambut tanpa membakar. Kegiatan edukasi itu juga sebagai bagian dari upaya pengelolaan lahan gambut untuk mencegah kebakaran lahan.
Kepala Subkelompok Kerja Edukasi Deputi III Badan Restorasi Gambut (BRG) Deasy Efnidawesty, Senin (26/3), mengatakan, untuk melakukan edukasi itu, BRG menggelar kegiatan Sekolah Lapang Petani Gambut. Kegiatan itu dilaksanakan di Desa Kuala Dua, Kabupaten Kubu Raya, yang berlangsung Senin (26/3) hingga Minggu (1/4).
”Dalam kegiatan itu, para petani dididik tentang pengelolaan lahan gambut secara baik dan membuka lahan pertanian tanpa membakar, serta membuat pupuk kompos. Sebab, membuka lahan di areal gambut dengan membakar sangat rawan. Sebanyak 30 persen kegiatannya teori, 70 persen praktik,” tuturnya.
Lahan gambut memerlukan pengelolaan khusus. Namun, hanya sebagian masyarakat yang memahami cara mengelola lahan gambut yang benar.
”Setelah sekitar sepekan melaksanakan kegiatan itu, mereka akan diberi tugas di daerah masing-masing untuk membuat lahan percontohan. Didampingi fasilitator dan dinilai. Hasilnya akan diserahkan ke BRG. Mereka yang lulus akan menjadi duta peduli gambut,” papar Deasy.
Dinamisator BRG Provinsi Kalbar Hermawansyah menuturkan, kegiatan itu untuk menjawab tantangan dalam pengelolaan gambut. Melalui kegiatan ini lahan gambut dapat produktif bagi pertanian, tanpa dibakar.
”Modul yang disiapkan komprehensif, mulai dari pembukaan lahan tanpa bakar hingga pembuatan pupuk kompos. Bahkan, bagaimana pengelolaan hasil pascapanen. Intinya, bagaimana petani berdaya, gambut tetap terjaga,” tutur Hermawansyah.
Murakip, salah satu peserta dari Mempawah, mengatakan, mengelola lahan gambut sulit, berbeda dengan lahan biasa. Jika membuka lahan tanpa membakar, biayanya mahal. ”Biaya memupuk dan merawat juga mahal,” kata Murakip.
Melalui kegiatan itu, ia ingin tahu bagaimana mengelola lahan gambut tanpa membakar, sekaligus dengan biaya terjangkau. Sebab, membuka lahan di gambut tidak bisa instan.
Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRG Suwignya Utama menambahkan, BRG menargetkan tambahan 75 desa peduli gambut di sejumlah provinsi di Indonesia pada 2018. Desa-desa ini diharapkan bisa menjadi contoh pengelolaan lahan gambut untuk peningkatan perekonomian masyarakat.
Penambahan Desa Peduli Gambut ini bertujuan memperluas program BRG. Pada 2017, BRG telah membentuk 75 desa peduli gambut di enam provinsi, yakni Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Tengah, Kalbar, dan Kalimantan Selatan.
Di desa-desa itu akan diterapkan sejumlah program pelestarian lahan gambut. Mulai dari edukasi, sosialisasi, pembasahan dan penanaman kembali lahan gambut, hingga revitalisasi. Sejauh ini ada 65 kelompok warga yang terbentuk dari 75 desa tersebut. ”Melalui program ini, dana langsung diserahkan kepada warga desa, tentu melalui kelompok masyarakat,” ujar Suwignya. (ESA/RAM)