Potensi Gambut Diintensifkan
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pengelolaan potensi lahan gambut di Kalimantan Tengah terus ditingkatkan. Peternakan sapi, lebah madu, budidaya nanas, dan program konservasi dikembangkan di lahan itu untuk kesejahteraan masyarakat. Harapannya, agar mereka tidak lagi membakar lahan gambut atau melakukan kegiatan ilegal lainnya.
Di Desa Bungai Jaya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas, warga desa sebagian besar membudidayakan nanas madu yang dinilai ramah gambut. Sebelumnya, sebagian besar masyarakat di desa itu hanya menanam karet, padi ladang, dan salak.
Rosiman (45), petani nanas, mengatakan, menanam nanas madu menguntungkan. Ia memiliki lahan 2 hektar yang dalam setahun dua kali panen. Sekali panen, ia mendapatkan 300-500 buah nanas madu dengan harga jual Rp 6.000 per buah.
”Dulu lahan saya bagi dua, 1 hektar untuk karet, 1 hektarnya lagi campuran. Sekarang ini hanya nanas saja karena lebih untung,” ujar Rosiman, di Kapuas, Selasa (27/3).
Rosiman mengatakan, sebelumnya ia kerap membakar lahan karena dengan cara itu tanah lebih mudah dikelola. Namun, sejak ada larangan, dirinya tidak lagi berani membakar lahan dan mengubah kebunnya menjadi kebun nanas sejak akhir 2015.
Berdasarkan data Badan Restorasi Gambut (BRG), terdapat sembilan desa di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas yang menjadi fokus untuk kegiatan revitalisasi ekonomi bersama kelompok masyarakat. Desa itu antara lain Desa Mekar Jaya, Sebangau Jaya, Garung, Anjir Kalampan, Tumbang Nusa, Pilang, Gohong, Buntoi, dan Desa Mantangai Hulu.
Terdapat delapan badan usaha milik desa (BUMDes) yang mengembangkan komoditas pertanian di Kalimantan Tengah, dampingan BRG dan tujuh desa yang membuat peraturan desa terkait restorasi gambut.
Pada akhir 2016, BRG juga memulai program peternakan sapi di Desa Tanjung Taruna, Kabupaten Pulang Pisau. Terdapat 52 sapi yang diberikan ke masyarakat. Rinciannya, 10 sapi jantan untuk penggemukan, 40 sapi betina untuk inseminasi, dan dua sapi jantan untuk pembuahan.
”Rumput kumpai minyak dan rumput gajah di lahan gambut sebagai pakan sapinya, ada 2 hektar lahan yang disiapkan. Kotoran sapi juga akan dimanfaatkan untuk biogas sehingga banyak manfaatnya,” tutur Manajer Proyek Pengembangan Sapi Robertho Imanuel Aden.
Pendamping desa
Saat ini, BRG bersama Lembaga Kemitraan sudah mengirim 57 pendamping desa yang bertugas untuk mendampingi masyarakat dalam menjalankan beberapa program restorasi gambut. Para pendamping dibagi ke dua kabupaten, yakni 11 orang di Kapuas dan 46 orang di Pulang Pisau.
Deputi Edukasi, Sosialisasi, dan Kemitraan BRG Myrna Safitri mengatakan, masyarakat perlu difasilitasi untuk menggali lebih dalam potensi lahan gambut. Selain menggali potensi, perlu pendampingan agar pengelolaannya bijak.
”Lahan gambut memiliki potensi yang besar kalau masyarakat bisa mengelola tanpa merusak. Tujuan berbagai program BRG salah satunya agar masyarakat tidak lagi membakar, apalagi berbuat ilegal, seperti pembalakan liar,” tutur Myrna menjelaskan.
Myrna mengambil contoh di Kapuas yang memiliki potensi ikan air tawar yang luar biasa. Beberapa kanal yang dulu menjadi penyebab terjadinya kebakaran setelah disekat bisa dimanfaatkan menjadi kolam untuk budidaya ikan sungai.
Pihaknya saat ini juga sedang melaksanakan program kunjungan silang petani. Petani yang memiliki inovasi bisa membagi pengalaman dan mengajarkan inovasinya ke petani di provinsi yang berbeda.
”Sayang kalau potensi itu tidak dimanfaatkan. Nah, program kunjungan silang ini membuat petani melihat langsung cara kerjanya di daerah lain,” kata Myrna.
Selain revitalisasi ekonomi, banyak program konservasi yang melibatkan masyarakat, antara lain program yang dibuat Borneo Nature Foundation (BNF) Kalimantan Tengah dengan membentuk dua kelompok masyarakat peduli api (MPA). Kelompok itu disiapkan untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran.
”Mereka tidak hanya menerima sosialisasi, tetapi juga terlibat dalam upaya konservasinya,” ujar Asisten Program Konservasi BNF Koesmayadi. (IDO)