PONTIANAK, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Barat mengintensifkan pengawasan akun resmi media sosial milik pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Meskipun belum ada hal yang mengkhawatirkan, eskalasinya cenderung meningkat.
”Kami lebih intensif mengawasi akun resmi pasangan calon kepala daerah, terutama seminggu terakhir. Kami telah mengevaluasi hasil pantauan kami terhadap media sosial tersebut. Hasilnya belum ada pelanggaran, tetapi eskalasi cenderung meningkat,” kata Komisioner Bawaslu Provinsi Kalbar Faisal Riza, Rabu (28/3).
Pihaknya juga memantau akun media sosial relawan. Sebab, di akun milik relawan biasanya cenderung berpotensi besar terjadi pelanggaran karena tidak terkontrol. Apalagi, akun bisa berkembang lebih banyak lagi.
”Untuk itu, kami membentuk tim khusus yang memantau media sosial yang beranggotakan Bawaslu dan masyarakat. Dari Bawaslu ada empat orang dan ditambah dari masyarakat empat orang, total ada delapan orang. Dengan demikian, kami berharap bisa lebih optimal dalam mengawasi akun-akun yang ada,” tutur Faisal.
Dalam pemantauan itu, tim akan fokus terutama pada informasi yang mengandung unsur SARA dan ujaran kebencian. Jangan sampai ada isu-isu tersebut di akun-akun milik relawan ataupun akun resmi pasangan calon kepala daerah.
Akun relawan ini lebih rawan terjadi ujaran kebencian karena faktor fanatisme terhadap calon yang diusung. Komentar di media sosial berpotensi saling serang. Hal ini harus diwaspadai lebih dini.
Pengawasan itu juga dilakukan untuk menangkal isu hoaks di media sosial. Isu hoaks dapat menimbulkan berbagai gejolak, misalnya memicu perpecahan apabila tidak diantisipasi sebaik mungkin.
Intensif
Inisiatif menangkal hoaks beberapa bulan terakhir juga sangat intensif dilakukan oleh kelompok masyarakat dan tokoh agama melalui berbagai kegiatan, misalnya dalam bentuk diskusi.
Kepolisian Daerah Kalbar intensif mengantisipasi hoaks, salah satunya dengan menggandeng komunitas keagamaan, salah satunya Keuskupan Agung Pontianak dengan menggelar deklarasi antihoaks.
Irfan, Ketua Pemuda Perdamaian Kalbar, mengatakan, mereka juga berupaya menghalau informasi hoaks dengan melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, terutama kepada pemilih pemula. Tujuannya agar mereka lebih teliti dalam menanggapi informasi di media sosial.
Sementara itu, Almas Sjafrina dari Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) menjelaskan, calon kepala daerah yang maju dalam pilkada membutuhkan dana besar guna membiayai rentetan pelaksanaan pilkada. Dana itu tidak mungkin berasal dari kantong sendiri. Hal itu dijelaskan Almas seusai memberikan pelatihan antikorupsi di Kota Batu, Jawa Timur, Rabu. (ESA/WER)