JAYAPURA KOMPAS - Meski telah ada deklarasi penyelamatan sumber daya alam Papua, perambahan hutan masih saja terjadi di Kabupaten Sarmi. Setiap hari, 50-100 truk mengangkut kayu olahan jenis merbau dari hutan di wilayah itu. Terakhir, Senin (26/3) dini hari, aparat TNI dan Dinas Kehutanan Provinsi Papua menahan 10 truk yang mengangkut 50 meter kubik kayu olahan jenis Merbau di Kampung Wakey, Distrik Sarmi Timur. Semua truk beserta isinya disita, sedangkan sopir melarikan diri.
Ketua Komisi A DPRD Sarmi Alberth Salmon Niniwen saat dihubungi dari Jayapura, Rabu (28/3), mengungkapkan, pihaknya masih menemukan truk-truk yang mengangkut kayu olahan dari Sarmi ke Jayapura setelah digagalkannya 10 truk tersebut. ”Pada Rabu ini, kami menemukan delapan truk yang mengangkut kayu secara ilegal. Kami meminta Polri dan TNI yang telah menandatangani deklarasi tersebut agar berkomitmen menghentikan perambahan hutan di Sarmi,” kata Alberth.
Kerugian akibat perambahan hutan secara ilegal di Sarmi sekitar Rp 4 miliar per tahun. Dampak lain adalah memicu banjir yang melanda sejumlah distrik. Belakangan, banjir terjadi tiga hingga empat kali dalam setahun saat hujan berintensitas tinggi. Hal itu diduga akibat rusaknya hutan di kawasan hulu.
Sebelum maraknya perambahan hutan, banjir biasanya hanya terjadi sekali pada akhir tahun. Namun, kini hingga Maret ini, banjir telah melanda tiga distrik, yakni Sarmi Kota, Bonggo, dan Pantai Timur, dengan ketinggian air mencapai sekitar 1,5 meter.
”Kami akan melaporkan temuan ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika kasus perambahan hutan dibiarkan. Kami juga terus meningkatkan sosialisasi kepada para pemilik hak ulayat agar tak menjual kayu kepada perusahaan hanya karena diimingi-imingi uang,” tutur Alberth.
Inisiasi KPK
Beberapa waktu lalu, KPK menginisiasi gerakan penyelamatan sumber daya alam Papua. Gerakan itu dideklarasikan bersama oleh KPK, pemerintah daerah, kepolisian, TNI, dan kejaksaan pada 1 Maret lalu di Jayapura.
Kapolda Papua Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menjelaskan, pihaknya telah mengamankan barang bukti 10 truk dan 50 meter kubik kayu olahan itu ke Jayapura. ”Kayu olahan itu akan dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Kami menyelidiki kasus ini dan masih mencari para pelaku. Mereka akan diproses hukum seberat-seberatnya jika terbukti melanggar agar ada efek jera di kemudian hari,” tutur Boy.
Aparat kepolisian juga menggandeng semua pihak untuk upaya pencegahan dan penindakan sesuai deklarasi penyelamatan sumber daya alam di tanah Papua.
Koordinator KPK di Provinsi Papua Maruli Tua mengapresiasi upaya bersama dalam menggagalkan pengambilan kayu olahan di Sarmi. ”Kami berharap pencegahan perambahan hutan di Papua tidak hanya parsial, tetapi secara komprehensif,” katanya.
Pada saat deklarasi, Kepala Satuan Tugas III Unit Koordinasi dan Supervisi Pencegahan KPK Dian Patria mengungkapkan, pihaknya menemukan sejumlah data terkait penyalahgunaan sumber daya alam di Papua. Salah satunya peredaran kayu ilegal yang diduga sebanyak 36.500 meter kubik per tahun di Kabupaten Sarmi.
”Potensi penerimaan negara bukan pajak yang hilang dari provisi sumber daya hutan diprediksi sebesar Rp 13 miliar per tahun. Peredaran kayu ilegal ini membuat potensi pendapatan asli daerah yang hilang untuk Sarmi mencapai Rp 4,2 miliar per tahun,” ujar Dian(Kompas, 2/3). (FLO)