PMKRI Imbau Umat Murnikan Diri

KOMPAS/JEAN RIZAL LAYUCK

Salah satu ornamen salib untuk menyambut perayaan Paskah 2018 di Pantai Karangria, Manado, Sulawesi Utara, Rabu (28/3/2018) malam.

JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia mengajak umat Katolik agar menjadikan Paskah sebagai momentum untuk pemurnian diri. Pemurnian diri itu sebagai makna dari pertobatan.

Ajakan tersebut disampaikan Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Sanctus Thomas Aquinas lewat pesan Paskah yang diterima Kompas pada Jumat (30/3/2018). Pesan Paskah ditulis atas nama Ketua Presidium Juventus Prima Yoris Kago dan Sekretaris Jenderal Tomson Sabungan Silalahi.

Saat ini, umat Katolik di seluruh dunia sedang memasuki Pekan Suci, mulai dari Kamis Putih, Jumat Agung, hingga Minggu Paskah. Selama pekan itu, mereka berkabung mengenang kesengsaraan dan wafat Yesus Kristus pada Jumat Agung hingga merayakan sukacita kebangkitan Yesus pada Minggu Paskah.

Dalam ajaran Katolik, Yesus rela mati untuk menebus dosa umat manusia. Manusia pun diajak terus memperbarui diri, salah satunya lewat jalan pertobatan. ”Oleh karena itu, kita perlu ruang untuk mempurifikasi diri,” tulis mereka dalam pesan itu.

PMKRI berharap Paskah tidak sebatas ritual keagamaan yang berlangsung setiap tahun tanpa ada pemaknaan mendalam sebagai momentum untuk membangun keadaban diri. PMKRI melihat agama cenderung larut dalam formalisme dan diekpresikan dalam kebisingan. Agama dianggap jauh dari hening, kudus, dan makna.

Ujaran kebencian

Lebih lanjut, dalam Pesan Paskah itu, PMKRI juga menyoroti sejumlah persoalan bangsa ini. Tiga poin yang mengemuka adalah pelanggaran hak asasi manusia, seperti perdagangan manusia, krisis ekologi yang didorong ekspansi pasar global, serta ancaman terhadap persatuan di tengah negara yang beragam ini.

Terkait keberagaman, PMKRI menilai energi bangsa ini banyak terkuras untuk berdebat tentang perbedaan. Dikotomi ”kami dan mereka” seolah abadi. Ruang perbedaan semakin dipersempit dengan cara pandang primordial. Salah satu pemicunya adalah politik identitas.

Segenap anak bangsa diharapkan bahu-membahu menjaga Indonesia dalam semangat ”spiritualitas keterlibatan” dengan menjadikan Pancasila sebagai pijakan bersama. ”Memasuki tahun politik rasanya perlu kerja keras untuk membumikan semangat persatuan: Kita Indonesia,” tulis mereka.