Kalsel Berpotensi Jadi Ekowisata dan Pusat Riset Bekantan
Oleh
Jumarto Yulianus
·2 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Habitat dan populasi bekantan (Nasalis larvatus) tersebar luas di wilayah Kalimantan Selatan. Satwa endemik itu bisa menjadi daya tarik wisata alam. Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia pun ingin menjadikan Kalimantan Selatan sebagai daerah ekowisata, sekaligus pusat riset bekantan.
Hal itu disampaikan Ketua Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia Amalia Rezeki dalam acara bincang-bincang Hari Bekantan 2018 dengan tema ”Bekantan dari Banua untuk Dunia” di Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalsel, Selasa (3/4/2018).
”Kalimantan Selatan layak menjadi pusat riset dan ekowisata bekantan karena memiliki habitat dan populasi bekantan cukup banyak. Apalagi, bekantan juga sudah ditetapkan menjadi maskot daerah Kalimantan Selatan,” kata Amalia yang menjadi salah satu pembicara.
Pembicara lain yang hadir ialah Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalsel Mahrus Aryadi, Guru Besar Universitas Indonesia serta pakar biologi konservasi dan pariwisata primata Jatna Supriatna, serta dokter hewan dan peneliti dari Universitas Cambridge Britania Raya Rosalie Dench.
Menurut Amalia, habitat dan populasi bekantan tersebar hampir di semua wilayah Kalsel, dalam kawasan konservasi ataupun luar kawasan konservasi. Populasi bekantan saat ini diperkirakan lebih dari 2.000 ekor. ”Ini adalah modal untuk mengembangkan Kalsel sebagai pusat riset dan ekowisata bekantan,” ujarnya.
Mahrus Aryadi mengatakan, bekantan adalah satu di antara 10 jenis primata yang hidup di Kalsel. Populasi bekantan paling banyak di Kotabaru, Barito Kuala, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut. Pada 2017, populasi bekantan di Kalsel tercatat sebanyak 2.424 ekor. Sebanyak 887 ekor di antaranya berada di kawasan konservasi.
”Saat ini, kami tengah mempersiapkan taman wisata alam Pulau Bakut di Barito Kuala dan Pulau Sewangi di Tanah Bumbu sebagai suaka bekantan. Di sana nanti ada tempat perawatan, pengecekan kesehatan, dan ekowisata bekantan,” tuturnya.
Menurut Jatna Supriatna, satwa endemik seperti bekantan bisa menjadi daya tarik pariwisata. Karena itu, ekowisata bekantan sangat potensial dikembangkan untuk menarik kunjungan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara.
”Pada 2020, kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia diperkirakan mencapai 20 juta orang. Ini adalah peluang. Kalau Kalsel mau menangkap peluang itu, dari sekarang harus menyiapkan kawasan wisata satwa endemik,” ujar Jatna.
Rosalie Dench menyebutkan, primata dari Kalimantan yang lebih dikenal di Eropa adalah orangutan, sedangkan bekantan tidak begitu dikenal. ”Kalau mau lebih memperkenalkan bekantan, mungkin bisa menggandeng WWF (World Wide Fund for Nature) karena kampanye WWF untuk panda di China cukup berhasil,” lanjutnya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor menyampaikan, pihaknya sudah mencanangkan gerakan Revolusi Hijau, yakni gerakan menanam pohon. Gerakan itu juga bertujuan untuk melestarikan habitat bekantan. ”Kami juga ingin menjadikan bekantan seperti layaknya panda di China,” ujarnya.