YOGYAKARTA, KOMPAS -- Seorang anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, Slamet, ditolak masuk ke Jepang saat hendak melakukan kunjungan dinas, Selasa (3/4/2018), dengan alasan tidak mengantongi visa dari Kedutaan Besar Jepang di Indonesia. Padahal, menurut Slamet, ia datang ke Jepang dengan membawa paspor dinas sehingga ia seharusnya mendapat dispensasi bebas visa.
”Saya menyesalkan tindakan petugas imigrasi Jepang. Hal ini menunjukkan, kebijakan bebas visa itu penerjemahannya belum sama di semua petugas imigrasi,” kata Slamet yang merupakan anggota Komisi A DPRD DIY saat dihubungi, Rabu (4/4/2018) di Yogyakarta.
Slamet menjelaskan, ia dan empat anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) lainnya ditugaskan pimpinan DPRD DIY untuk mendampingi kunjungan Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY ke Jepang pada 2-8 April 2018. ”Dokumen perjalanan ini berupa paspor dinas disiapkan Sekretariat DPRD DIY dan perjalanan kami diurus oleh biro perjalanan,” ujarnya.
Lima anggota DPRD DIY itu berangkat dari Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta, Senin (2/4/2018) pukul 20.25. Mereka transit di Bali sebelum melanjutkan penerbangan ke Jepang. Pada Selasa sekitar pukul 09.00 waktu setempat, lima anggota DPRD DIY itu tiba di Bandara Narita, Jepang.
”Perjalanan dari Indonesia ke Jepang berjalan lancar, tidak ada masalah,” kata Slamet yang berasal dari Fraksi Partai Golkar.
Di Bandara Narita, Slamet keluar melalui pintu yang berbeda dengan empat anggota DPRD DIY lainnya. Ketika menjalani pemeriksaan oleh petugas imigrasi di Bandara Narita, masalah mulai muncul. ”Waktu itu, saya ditanya dokumen perjalanan, lalu saya tunjukkan paspor dinas milik saya. Ternyata di dalam paspor itu memang belum ada visanya,” kata Slamet.
Menurut Slamet, sepengetahuan dirinya, pemegang paspor dinas dari Indonesia yang ingin melakukan kunjungan singkat ke Jepang dibolehkan masuk ke ”Negeri Sakura” tanpa harus mengantongi visa. Hal itu dibuktikan dengan diperbolehkannya empat anggota DPRD DIY yang datang bersama Slamet untuk masuk ke Jepang meski tidak mengantongi visa.
”Teman-teman saya yang empat orang ini lolos. Padahal, mereka juga tidak ada visa, hanya pakai paspor dinas,” kata Slamet.
Namun, Slamet mengatakan, perlakuan berbeda ternyata dialami dirinya. ”Dengan dibantu pramugari maskapai penerbangan dan petugas bandara sebagai penerjemah, saya jelaskan bahwa kami menghadiri undangan perjalanan dinas,” kata Slamet.
Slamet menjelaskan, ia juga sudah menjelaskan bahwa dirinya datang bersama anggota DPRD DIY lain dan mereka diizinkan masuk ke Jepang. Namun, petugas imigrasi yang memeriksa Slamet tetap tak mengizinkan dirinya masuk. Masalah kian rumit karena Slamet tak bisa menghubungi teman-temannya karena telepon selulernya belum terkoneksi dengan jaringan seluler di Jepang.
Slamet menambahkan, ia kemudian meminta waktu untuk mencoba menghubungi rekan-rekannya, tetapi petugas imigrasi tidak memberi waktu. Petugas bahkan meminta Slamet langsung pulang ke Indonesia pada hari itu juga. Ia kemudian diantarkan ke terminal keberangkatan pesawat tujuan Bali.
Menurut Slamet, petugas juga langsung mengurus perubahan jadwal kepulangannya ke Indonesia sehingga ia bisa pulang pada hari itu juga. ”Tiket kepulangan saya dimajukan dan langsung dicetak petugas,” katanya. Oleh karena itu, Slamet akhirnya pulang dengan penerbangan tujuan Bali pada Selasa (3/4/2018) siang.
Slamet menyatakan, ia telah melaporkan kejadian ini kepada pimpinan DPRD DIY dan pimpinan Fraksi Partai Golkar DIY. Ia juga telah mengadukan masalah ini melalui akun Facebook Kedutaan Besar Jepang di Indonesia.
Berdasarkan informasi di situs web resmi Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, Pemerintah Jepang sebenarnya telah memberlakukan kebijakan bebas visa bagi pemegang paspor diplomatik dan dinas asal Indonesia mulai tanggal 20 Juli 2016. Kebijakan bebas visa itu berlaku untuk kegiatan diplomatik, dinas, dan kunjungan singkat lain, seperti wisata, bisnis, serta kunjungan teman dan keluarga, dengan waktu maksimal 30 hari.