Beragam tanaman dan tumbuhan tumbuh subur, mulai dari tanaman keras seperti pohon sengon, jelutung, hingga beragam sayuran. Tanaman-tanaman itu, ujar Tamanuruddin, ada yang dijual harian di pasar, ada juga yang dipasok ke bengkel mebel.
”Yang penting kebutuhan hidup sehari-hari bisa tercukupi. Sayur dan cabai tidak perlu beli lagi. Meskipun harga cabai naik, kalau punya sendiri tidak akan ada pengaruhnya,” ungkap Tamanuruddin.
Dia menjadi pembicara dalam pelatihan bagi 24 petani dari empat kabupaten di Kalteng, peserta Sekolah Lapang dampingan Badan Restorasi Gambut (BRG). Mereka belajar membuka lahan gambut tanpa bakar yang dinilai lebih menguntungkan.
Para petani itu asal Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, Katingan, dan Barito Selatan. Mereka mendapatkan materi ajar dari Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BLHK) Banjarbaru dan melihat percontohan di Kalampangan, Selasa (3/4/2018).
Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRG Suwignya Utama mengatakan, petani membutuhkan contoh pembukaan lahan tanpa bakar. ”Harapannya, setelah kembali ke desa masing-masing, mereka memberikan contoh kepada warga setempat sehingga pesannya tersampaikan. Tidak hanya omongan belaka, tetapi juga contoh nyata,” ungkap Suwignya.
Menurut Suwignya, mengubah kebiasaan membakar lahan tergolong sulit dilakukan, tetapi tetap mungkin dilakukan. Petani harus diberi pemahaman lebih tentang pengelolaan lahan, khususnya lahan gambut.
Rugikan penerus
Salah satu peneliti dari BLHK Banjarbaru, Marinus Kristiadi Harun, mengatakan, kebiasaan membakar akan membuat tanah gambut hilang, lalu permukaan tanah menjadi rendah. Saat musim hujan, lahan akan terendam air dan mati.
”Banyak penelitian membuktikan, membakar untuk membuka lahan lebih banyak rugi dibandingkan untungnya. Tanah yang dibakar tak bertahan lama sehingga tak ada lagi kesempatan generasi penerus mengolah lahan,” ungkap Marinus.
Menurut Marinus, dengan membakar, kandungan gambut yang kaya karbon menguap dan hilang. Selain itu, banyak mikroorganisme mati karena dibakar. Padahal, mikroorganisme bisa membantu pertumbuhan tanaman menjadi lebih produktif.
Ia menambahkan, dalam konsep pembukaan lahan tanpa bakar ala BLHK, petani diajari menggunakan barang-barang atau komoditas yang selama ini dianggap sampah. ”Dari pupuk saja kami menggunakan buah-buahan busuk seperti nanas, lalu kotoran ayam, dan sebagainya. Yang selama ini dibuang ternyata bisa banyak dimanfaatkan,” ungkap Marinus. (IDO)