AMBON, KOMPAS — Kepala Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Maluku Hasan Slamat tidak mempersoalkan pertemuan antara aparatur sipil negara dan calon gubernur petahana Maluku, Said Assagaff, bersama tim suksesnya. Bagi Hasan, pertemuan yang diikuti dengan minum kopi bersama itu bagian dari budaya ketimuran.
Kendati menyadari ada potensi konflik kepentingan antara calon petahana dan aparatur sipil negara (ASN) yang merupakan bawahan calon petahana, Hasan mengatakan, tidak ada perbuatan melanggar hukum. ”Melanggar hukum kalau melibatkan ASN dalam kegiatan kampanye,” katanya kepada Kompas di Ambon, Selasa (3/4/2018).
Pertemuan antara Said dan sejumlah pejabat di Pemprov Maluku, termasuk Sekretaris Daerah Maluku, kepala dinas pendidikan dan kebudayaan, serta kepala dinas pekerjaan umum, pada Kamis pekan lalu itu juga diikuti beberapa anggota tim sukses dan pendukung Said. Said saat ini berstatus cuti untuk masa kampanye Pemilihan Gubernur Maluku 2018.
Seorang wartawan yang mengambil gambar dengan obyek pertemuan itu diintimidasi oleh mereka, termasuk Said. Telepon genggamnya diambil secara paksa, kemudian foto-fotonya dihapus. Kasus tersebut sudah dilaporkan kepada Kepolisian Daerah Maluku dan kini sedang diproses.
Saat ditanya tentang kemungkinan adanya pembicaraan materi politik dalam pertemuan sambil minum kopi itu, Hasan mengatakan, ”Di dalam hukum, kita tidak bisa menafsirkan pikiran orang. Kan, kita tidak tahu apa yang mereka bicarakan.” Dengan demikian, Ombudsman tidak bisa menyelidiki dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para ASN itu.
Kepala Bagian Humas Pemprov Maluku Bobby Palapia mengatakan, dirinya belum mendapatkan gambaran utuh tentang peristiwa itu. ”Minum kopi sama siapa saja itu tidak masalah. Intinya bukan pada saat jam dinas,” ujar Bobby.
Dia pun menyadari bahwa potensi konflik kepentingan antara ASN dan petahana itu tetap ada.
Belum dipanggil
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Mohamad Rum Ohairat menuturkan, penyelidik sedang merampungkan pemeriksaan terhadap korban dan saksi dalam kasus menghalangi kerja jurnalistik. Korban dalam kasus itu adalah Sam Usman Hatuina, sedangkan terlapor adalah Said Assagaff dan Husen Marasabessy.
Adapun korban dalam kasus penganiayaan adalah Abdul Karim Angkotasan. Abdul, yang berusaha melindungi Sam dari intimidasi, malah dipukul oleh Abubakar Marasabessy yang tak lain adalah pendukung Said. ”Kami masih merampungkan pemeriksaan korban dan saksi-saksi. Terlapor akan segera kami panggil,” ujar Rum.
Janji segera memanggil terlapor sudah disampaikan Rum pekan lalu. Rum tidak menjelaskan hambatan dalam penanganan perkara, tetapi ia berjanji kasus itu akan tuntas.
Sementara itu, Fahri Bachmid, pengacara Said, melalui pesan singkatnya kepada Kompas pekan lalu, mengatakan, pihaknya menghargai proses hukum tersebut. Said, kata Fahri, sangat menyesalkan peristiwa tersebut. Insiden itu terjadi di luar kendalinya.
Pengamat sosial politik dari Universitas Pattimura, Ambon, Josef A Ufi, berpandangan, rumah kopi di Ambon sudah bertransformasi menjadi ruang publik dan ruang politik. Seperti agora yang dikenal bangsa Yunani, rumah kopi di Ambon menjadi ruang pewacanaan dan diskusi sekaligus sosialisasi dan konsolidasi politik.
Kondisi itu diperkuat dengan kehadiran tokoh politik yang saat ini sedang mengikuti Pilgub Maluku. ”Kondisi ini akan menimbulkan makna dan efek politik. Kehadiran ASN dan calon petahana serta pendukungnya bisa menjadi referensi bagi orang-orang di sekitarnya. Ada kesan keberpihakan atau dukung-mendukung,” kata Josef.
Konflik kepentingan antara ASN dan petahana sangat kuat. Mereka yang diangkat oleh petahana untuk menduduki jabatan di Pemprov Maluku tentu memiliki ikatan dengan petahana. ”Secara etis-moral, bertemu di ruang publik seharusnya dihindari. Kalau mau memberikan dukungan secara pribadi, tetapi jangan di ruang publik. Mereka adalah tokoh yang dikenali dan pasti menjadi sorotan,” ujarnya.
Asumsi politis itu semakin kuat setelah mereka mengintimidasi jurnalis yang mengambil gambar dengan obyek pertemuan itu. Hal itu menandakan ada yang salah dalam pertemuan itu. Rumah kopi adalah ruang publik sehingga wartawan bisa mengambil gambar di dalamnya. (FRN)