Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Komisaris Besar Yustan Alpiani dalam jumpa pers, Rabu (4/4/2018), mengatakan, pihaknya menemukan pipa milik Pertamina yang putus. ”Ada bekasnya terseret. Pipanya di dasar laut, berkedalaman 20-25 meter. Kami masih menyelidiki penyebab putusnya pipa tersebut.”
Hadir dalam jumpa pers General Manager Refinery Unit V Pertamina Togar MP. Dia pun mengakui, setelah ditelusuri, pipa penyalur minyak mentah (crude oil) dari Lawe-lawe, Penajam, ke Balikpapan ini memang putus. Pipa itu terbuat dari baja, berdiameter 20 inci, dan ketebalannya sekitar 12 milimeter. Artinya, pipa ini sangat kuat.
”Hanya external force besar yang bisa menyeret pipa tersebut sampai 100 meter dan memutuskannya. Umur pipa ini 20 tahun, tetapi pipa seperti ini memang didesain tahan sangat lama. Saat kami cek (pipa yang putus), ketebalannya juga masih seperti semula, 12 mm,” kata Togar.
Sebelumnya Pertamina mengeluarkan pernyataan bahwa tumpahan minyak ini bukan minyak mentah produksinya. Namun, disebutkan minyak tersebut adalah marine fuel oil (MFO)—bahan bakar kapal—dan itu bukan produksi kilang Pertamina di Balikpapan. Tentang itu, Togar memberi alasan.
”Kami awalnya mengambil sampel minyak hingga sembilan kali, dan hasilnya, itu MFO. Dalam banyak kejadian, MFO juga ditemukan sehingga kami menganggapnya biasa. Namun, ternyata tumpahan minyak semakin banyak, berwarna hitam, dan kami selidiki sehingga akhirnya sampai pada kesimpulan, itu minyak mentah Pertamina,” kata Togar.
Terkait mengapa sejak awal tumpahan minyak tak terdeteksi dari tekanan yang berkurang, Togar mengatakan, tekanan minyak sudah diukur di kedua ujung pipa. Tekanan hanya turun sedikit. Sejak Sabtu itu juga, jalur pipa sudah ditutup. Pipa itu satu dari tiga pipa penyalur minyak mentah sepanjang 4,5 km.
Ditanya luasan wilayah terdampak minyak, Togar tidak memberikan jawaban. Sementara Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan (P3EK) Tri Bangun Laksana mengutarakan, perairan Teluk Balikpapan yang tercemar diperkirakan 7.000 hektar.
Tercemar
Aktivis lingkungan, LSM, dan sebagian warga sejak awal menduga tumpahan minyak berwarna hitam pekat ini adalah minyak mentah. Pada Rabu pagi kemarin, Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan menggelar aksi di kantor Wali Kota Balikpapan.
Koordinator aksi, Yudi, memperkirakan 80 persen dari perairan Teluk Balikpapan sudah tercemar, mencakup wilayah Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara. ”Di Balikpapan saja, mungkin 20-an km pesisir yang terdampak minyak dengan ketebalan berbeda. Hal yang mencemaskan sekarang, dampak lingkungan,” katanya.
Pantauan Kompas, tumpahan minyak di sepanjang pesisir Balikpapan memang sudah berkurang, terutama di kawasan perkotaan. Namun, tumpahan minyak masih terpantau pekat di beberapa kawasan daerah barat, seperti di Kelurahan Margasari, yang padat penduduk.
Sementara itu, stok bahan bakar minyak jenis premium di Kota Palu, Sulawesi Tengah, menipis selama dua hari ke depan. Stok terganggu terkait dengan penyelidikan tumpahan minyak di perairan Balikpapan. Kapal penyalur bahan bakar minyak untuk Kota Palu dan sejumlah kabupaten di Sulawesi Tengah berasal dari Balikpapan. (PRA/VDL)