UGM Usulkan Perbaiki Kesejahteraan Petani dengan Sistem Pertanian Terpadu
Oleh
BAMBANG SIGAP SUMANTRI
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada mengusulkan pembangunan 4 strategi sistem pertanian yang berwawasan ekologis, ekonomis, dan berkesinambungan atau yang dikenal sebagai sistem pertanian terpadu (integrated farming system).
”Empat strategi integrated farming system ini ditujukan untuk perbaikan nasib dan kesejahteraan petani di Indonesia,” ujar Dekan Fakultas Peternakan UGM Ali Agus dalam keterangan tertulisnya menyikapi pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro tentang permasalahan stunting yang menyebar di seluruh wilayah dan lintas kelompok pendapatan di Kampus Fapet UGM, Yogyakarta, Rabu (04/04/2018).
Bambang mengatakan, hingga saat ini ada 9 juta anak mengalami stunting atau kekurangan gizi, baik di pedesaan maupun perkotaan. Jika terus dibiarkan stunting dapat merugikan ekonomi Indonesia hingga mencapai Rp 300 triliun per tahun.
”Diharapkan SDM Indonesia mampu bersaing di era ekonomi digital yang memerlukan penguasaan teknologi dan skill yang tinggi, serta memutus mata rantai kemiskinan antar-generasi,” kata Bambang.
Ali mengatakan, permasalahan stunting terjadi akibat kemiskinan yang dialami masyarakat Indonesia. Padahal, sekitar 60 persen penduduk Indonesia menggantungkan hidup dari sektor pertanian dan bekerja sebagai petani, buruh tani, pekebun, peternak, dan nelayan.
”Meskipun kehidupan sehari-hari mereka sangat dekat dengan sumber daya alam, kesejahteraan mereka tidak kunjung datang, bahkan akhir-akhir ini semakin ironis dan semakin sulit. Karena itu, upaya peningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Indonesia mutlak diperlukan,” ujar Ali.
Kemiskinan petani
Petani Indonesia, kata Ali, hanya memiliki lahan sempit, yaitu kurang dari 0,3 hektar, terutama mereka yang berada di Pulau Jawa. Selain itu, sistem pertanian dalam negeri juga masih mengandalkan input produksi tinggi dan harga jual berfluktuasi. Akibatnya, petani berada dalam lingkaran kemiskinan yang tiada putus-putusnya.
Selain itu, ujarnya, di berbagai belahan dunia, kaum marjinal dan terpinggirkan yang hidup dalam kondisi keterbatasan, kemiskinan, dan kefakiran umumnya adalah mereka yang hidup sebagai nelayan, petani, dan buruh tani.
”Petani dengan pendapatan rendah tidak akan mampu menabung, tidak mampu meningkatkan pendidikan dan keterampilan, sekaligus juga tidak mampu meningkatkan gizi keluarganya. Hal ini menjadi permasalahan serius bagi masyarakat Indonesia sehingga berpotensi meningkatkan angka stunting dan kurang gizi masyarakat,” ujar Ali yang pada Sabtu, 31 Maret 2018, dilantik Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah HKTI DIY.
Sistem terpadu
Salah satu usulan Fapet UGM dalam meningkatkan kesehatan gizi dan kesejahteraan petani adalah dengan menjalankan sistem pertanian terpadu. Tujuannya untuk memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan.
”Setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomis, baik keterpaduan pelaku, komoditas, maupun pengorganisasian,” kata Ali.
Dia menambahkan, dalam sistem pertanian terpadu, ternak menjadi salah satu bagian penting karena menghasilkan bahan pangan berkualitas, seperti telur (ayam, itik, dan puyuh), daging (ayam, puyuh, entok, dan kelinci), serta susu (sapi dan kambing), yang bisa dikonsumsi anak-anak guna mencukupi kebutuhan gizi mereka.
Empat strategi
Lebih jauh, Ali menjelaskan, empat strategi menuju integrated farming system. Pertama, meningkatkan variasi sumber-sumber pendapatan petani. Untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani dan keluar dari lingkaran kemiskinan adalah dengan cara mengembangkan sistem pertanian nirlimbah yang ekonomis, ekologis, dan berkelanjutan.
Kedua, menurunkan biaya produksi, penggunaan bahan organik yang berasal dari ternak atau hasil sisa pertanian akan sangat membantu untuk mempertahankan kesuburan tanah.
Ketiga, optimalisasi pemanfaatan lahan secara bijak. Hal ini karena di dalam sistem pertanian terpadu, upaya-upaya intensifikasi tidak harus ditinggalkan guna mencapai produktivitas pertanian sebagai penghasil pangan dalam skala besar sepanjang tetap mempertahankan aspek konservasi lahan dan tanah.
”Selain itu, aspek biaya produksi dapat murah, kompetitif, dan terjangkau. Dengan demikian, sistem pertanian terpadu, baik diaplikasikan pada lahan subur maupun lahan marjinal, akan mengoptimalkan fungsi lahan sehingga mampu membantu peningkatan pendapatan petani,” ujar Ali.
Keempat, pengembangan kelembagaan yang terpadu sebab keterpaduan tidak hanya dari segi teknis pertanian, tetapi juga kelembagaan yang mantap untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
”SDM yang mampu mengintegrasikan sistem pertanian dan peternakan serta perikanan yang efisien sehingga kemakmuran petani secara nyata dapat ditingkatkan,” katanya.