Pascakebakaran di perairan teluk itu, Sabtu (31/3/2018), tumpahan minyak berwarna hitam dan pekat menyebar. Pihak Pertamina akhirnya mengakui itu minyak mentah produksinya. Penyebabnya adalah putusnya pipa di dasar laut, yang terentang dari Penajam ke Balikpapan.
Maryani Hartuti, perekayasa di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), di Jakarta, Kamis kemarin, mengatakan, hasil analisis citra satelit oleh Lapan pada 1 April mengestimasi luasan tumpahan minyak mencapai 12.987,2 hektar. Sementara hasil pemeriksaan lapangan oleh tim penanganan tumpahan minyak (oil spill) Teluk Balikpapan, yang beranggotakan lintas instansi/kementerian, luasan area terdampak mencapai 7.000 hektar. Adapun pantai terdampak di Balikpapan dan Penajam sepanjang 60 km.
Aktivis lingkungan menyebut ini tragedi lingkungan terburuk di Teluk Balikpapan. ”Tumpahan minyak dari udara terpantau hampir 13.000 hektar. Riilnya pasti lebih. Dari sekian pencemaran yang pernah menimpa teluk, ini terburuk,” ujar Mapaselle, Ketua Forum Peduli Teluk Balikpapan (FPTB).
Tim penanganan tumpahan minyak mengestimasi ekosistem terdampak berupa bakau sekitar 34 hektar di Kelurahan Kariangau, dan sekitar 8.000 bibit serta tanaman bakau di wilayah Kelurahan Margasari mati. ”Tetapi, kami yakin bakau yang terdampak jauh lebih banyak,” ujar Fathur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif Walhi Kaltim.
Pantauan Kompas, Kamis, tumpahan minyak di kawasan pesisir berkurang karena sudah dibersihkan secara massal selama lima hari. Pembersihan tumpahan minyak di laut juga terus dilakukan. Namun, ceceran tetap ada di beberapa kawasan.
Tumpahan minyak juga langsung berdampak kepada para nelayan dan usaha budidaya kepiting. Rustam (41), pencari dan pengepul kepiting bakau di Desa Salok Osing, Kelurahan Kariangau, tak tahu harus melakukan apa. Keramba yang dipasang di rawa berwarna hitam dan berminyak. Artinya pula, kepiting di dalamnya pun berminyak.
Rustam, yang juga pengurus Kelompok Tani Sumber Bahagia mengatakan, masih ada 300-an kg kepiting bakau di dalam keramba-keramba yang tak bisa dipanen. ”Mungkin ada yang hidup, tetapi juga pasti ada yang mati. Kepiting yang hidup juga sudah berminyak bagian luarnya, juga bau minyak. Siapa yang mau beli?” katanya.
Harus bertanggung jawab
Pemerintah meminta PT Pertamina bertanggung jawab membersihkan tumpahan minyak di perairan Teluk Balikpapan. Setidaknya ada 200.000 barrel bahan bakar minyak tumpah tiap hari.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, Kamis kemarin, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, mengatakan Kementerian ESDM sudah meminta Pertamina menangani sesuai prosedur.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersiap menagihkan kerugian lingkungan akibat pencemaran itu kepada Pertamina. Perusahaan ini memiliki kegiatan berisiko menimbulkan ancaman serius pada lingkungan serta menggunakan bahan beracun berbahaya serta menghasilkan limbah beracun dan berbahaya.
”Minyak yang mencemari itu termasuk B3. Kami menuntut tanggung jawab atas kegiatan mereka (Pertamina),” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kamis, di Balikpapan.
Region Manager Communication and CSR Pertamina Kalimantan Yudi Nugraha mengutarakan, pihaknya mengerahkan 15 kapal. Pertamina mengerahkan peralatan, seperti vaccum truck untuk mengisap ceceran minyak.
Plt Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud menegaskan, kasus ini harus selesai April ini. Prioritas saat ini adalah mengambil tumpahan minyak sebersih-bersihnya. Proses hukum diserahkan ke polisi.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim Komisaris Besar Yustan Alpiani meminta Pertamina mengangkat pipa yang patah untuk diteliti di laboratorium forensik. Pipa baja berdiameter 20 inci di dasar laut ini terseret 100-an meter dari lokasi asalnya. (PRA/AIK/ICH/INA)