Para Calon ”Memainkan” Isu Pemekaran dalam Debat
PONTIANAK, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum Kalimantan Barat menggelar debat publik calon gubernur dan wakil gubernur putaran pertama pada Sabtu (7/4/2018) malam.
Dalam debat itu, para calon ”memainkan” isu pemekaran wilayah meskipun pemekaran tidak masuk dalam tema khusus dalam debat.
Dalam debat putaran pertama itu mengangkat tema ”Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan Pelayanan Publik”. Moderator debat putaran pertama adalah pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak, Syarifah Ema Rahmaniah.
Isu pemekaran mulai muncul dalam debat saat membahas masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar. Pembangunan manusia di Kalbar tergolong bergerak lambat.
Capaian IPM Kalbar pada 2016 sebesar 65,88 lebih rendah daripada capaian nasional yang mencapai 70,18. Rendahnya capaian IPM itu terkait dengan aspek pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Pasangan nomor urut pertama, Milton Crosby-Boyman Harun, yang diusung Gerindra dan PAN saat mendapat giliran menjawab menawarkan solusi untuk memperbaiki IPM tersebut salah satunya dengan menata kembali daerah yang menjadi sasaran dan fokus program.
Mereka juga menekankan perlunya memekarkan daerah Kalbar bagian timur menjadi provinsi Kapuas Raya. Luas Kalbar sekitar 1,13 kali Pulau Jawa sulit mengatasi masalah IPM jika tidak ada pemekaran wilayah karena terbatasnya anggaran.
Isu pemekaran juga mengemuka lagi pada sesi terakhir saat antarpasangan calon saling bertanya. Pada sesi terakhir, saat pasangan nomor urut tiga, Sutarmidji-Ria Norsan, yang diusung Golkar, Nasdem, PKS, Hanura, dan PKB, diberi kesempatan bertanya kepada pasangan Milton Crosby-Boyman Harun. Ria Norsan mempertanyakan lambannya realisasi pemekaran wilayah Kalbar bagian timur.
Bahkan, ada yang menganggap proses pemekaran itu gagal. Pemekaran tak kunjung terealisasi selama sepuluh tahun terakhir. Kebetulan Ketua Inisiator Pemekaran Kapuas Raya adalah Milton Crosby yang kini menjadi calon gubernur Kalbar. ”Mengapa pemekaran ini menjadi lama. Masalahnya di mana?” kata Norsan.
Milton mengatakan, pemekaran Kapuas Raya tidak gagal, tetapi hanya dibuat opini sementara oleh pihak tertentu seolah gagal. Pembentukan Kapuas Raya persoalannya ada pada kemauan politik dari pemimpin. Meskipun ada moratorium pemekaran wilayah, bukan berarti pemekaran itu batal.
”Sekarang tinggal bagaimana pemerintah provinsi proaktif mendorong mempercepat pemekaran Kapuas Raya,” kata Milton.
Isu pemekaran wilayah Kapuas Raya (Kabupaten Sanggau, Sekadau, Sintang, dan Kapuas Hulu) santer menjadi pembicaraan hangat dalam sepuluh tahun terakhir. Bahkan, rencana itu sudah masuk dalam penataan daerah Kalbar 2012-2025.
Di kalangan elite politik, isu pemekaran ”dimainkan” dalam setiap kontestasi politik untuk mendulang suara. Isu itu dinilai cukup efektif dalam mendulang suara di wilayah timur Kalbar.
Isu lainnya
Dalam debat tersebut juga dibahas sejumlah isu strategis terkait penajaman visi dan misi setiap pasangan calon, misalnya masalah angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI). Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia 2017, AKB dan AKI di Kalbar masih tinggi dari nasional.
Kondisi ini mengindikasikan kualitas pembangunan kesehatan belum optimal. Salah satu penyebabnya kematian ibu adalah akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas belum merata. Selain itu, pengadaan fasilitas kesehatan belum berdasarkan prinsip perawatan berkelanjutan.
Untuk mengatasi masalah itu, pasangan nomor urut dua, Karolin Margret Natasa-Suryadman Gidot, yang diusung PDI-P, Demokrat, dan PKPI, menawarkan solusi dengan mengoptimalkan koordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mengoptimalkan program rumah tunggu kelahiran bagi ibu-ibu yang sedang hamil. Dengan mendapatkan pelayanan yang optimal, hal itu dapat menurunkan risiko persalinan.
”Peran masyarakat desa melalui posyandu akan terus digiatkan. Selain itu, bagaimana dana desa dipergunakan secara optimal untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dan menyiapkan ibu yang akan melahirkan,” ujar Karolin.
Pada segmen selanjutnya lebih pada tema pelayanan publik, khususnya bagaimana memenuhi ketersediaan listrik. Apalagi, permintaan listrik di Kalbar terus bertambah. Hingga 2017, kebutuhan listrik di Kalbar baru terpenuhi 78,12 persen lebih rendah dari capaian nasional sekitar 80 persen.
Terkait masalah itu, Sutarmidji sepakat dengan program listrik nasional 35.000 megawatt. Tanpa listrik, daya saing daerah tidak akan memadai. Selain itu, menurut Sutarmidji, memiliki kelebihan daya listrik, maka kelebihan itu perlu didistribusikan juga kepada masyarakat di sekitar perkebunan itu sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Pembangkit listrik yang banyak mangkrak juga perlu diselesaikan dengan meningkatkan sinergi pusat dan daerah. Apalagi, jika pelabuhan samudra di Kabupaten Mempawah akan dibangun tentu akan memacu tumbuhnya industri di sekitarnya yang memerlukan listrik sehingga listrik perlu diselesaikan secepatnya.
Sementara itu, untuk pasangan calon nomor urut pertama diminta memberikan solusi terhadap masalah desa yang tertinggal. Sebab, sejak 1977 hingga 2017, sebanyak 1.717 desa atau 86,85 persen desa di Kalbar masih berstatus tertinggal.
Pemerintah pusat mengucurkan dana desa untuk mengatasi itu. Pada 2015, dana yang dikucurkan Rp 537,07 miliar menjadi 1.688,27 miliar pada 2018 dengan harapan status desa bisa menjadi maju dan mandiri.
Terkait masalah itu, Milton menawarkan solusi pentingnya pembinaan pemangku kebijakan yang terkait dengan pembangunan desa, mulai dari provinsi hingga ke desa.
Selain itu, memanfaatkan dana desa seoptimal mungkin pada pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia disertai pengawasan yang intensif. ”Lima tahun harus selesai,” kata Milton.